“Tetapi, dalam implementasinya, terkadang masih ada pengurus belum menguasai, dan pihak-pihak terkait seperti eksekutif dan legislatif juga belum memahami. Contoh, aturan mengenai penggunaan barang yang diproduksi oleh koperasi dan UMKM,”ujar Supriono.
Lanjutnya, padahal, diamanatkan dalam peraturan pemerintah disebutkan bahwa, belanja pemerintah minimal 40 persen menggunakan barang-barang yang diproduksi atau dijual oleh koperasi. Namun, implementasi di lapangannya belum terealisasi. Dengan pengurus koperasi ini bisa mengetahui regulasi tersebut, maka diharapkan mereka bisa berkoordinasi dengan pihak-pihak penyedia jasa itu supaya mereka paham apa yang diamanatkan dalam aturan tersebut, termasuk aturan laporan keuangan akuntansi.
“Dimana, selama ini masih menggunakan aturan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) kini ada regulasi baru menggunakan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Privat (SAK EP). Jadi, koperasi ini diberlakukan sebagai lembaga ekonomi yang bukan publik. Artinya, laporan akuntansinya bersifat privat dan tidak membuka pasar bursa saham, karena dibiayai oleh para anggotanya,”pungkasnya. (dur)