PEKALONGAN – Realita penegakan hukum di Indonesia belum ideal. Karena masih tajam ke bawah mandul ke atas. Bahkan hanya mengarah orang miskin. Semestinya dalam penegakan hukum wajib memakai ilmu serta tersistematisasi.
Demikian disampaikan Dekan Fakultas Hukum UNNES, Prof DR Ali Masyhar SH, MH dalam acara kuliah umum mahasiswa Fakultas Hukum di Gedung GOR Universitas Pekalongan, kemarin.
“Harusnya penegakan hukum bisa menjamin keadilan, menjamin keamanan warga masyarakat, mampu menumbuhkan kepercayaan dan respek masyarajat. “Serta membuat peradilan yang jujur, bertanggung jawab, etis dan efisien,” ungkapnya.
Baca Juga:Kunjungi Korban Rumah Terbakar, Ketua PCNU Muhtarom Prihatin dan Berharap Korban Tetap SabarFestival Literasi 2024, Walikota Aaf Berharap Tumbuhkan Minat Baca Masyarakat
Saking buruknya penegakan hukum, sambung Ustadz Ali, Transparency International pada tahun 2024 menempatkan Indonesia berada di Skor 34 urutan 115.
“Sama posisi dengan negara Malawi, Gambia, Nepal, dan Sierra Leone. Masih di bawah negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, Timor Leste, Vietnam, dan Thailand,” kritiknya.
Belum idealnya penegakan hukum, lanjut Alumni Magister Hukum Universitas Diponegoro, dipicu bobroknya penegakan hukum akibat praktik mafia peradilan. Diantaranya karena pengaruh uang, politik, nepotisme, dan pengaruh berbagai ‘power’ lainnya. Sehingga menimbulkan virus yang dapat masuk ke seluruh jaringan. Dampaknya merusak seluruh bidang pembangunan.
Lantas dosa siapa? Ali Masyhar menyebut Fakultas Hukum memiliki andil besar atas buruknya moral penegakan hukum. Karena kurikulum Fakultas Hukum didesain hanya mengejar penguasaan ‘skill’ teknik hukum. “Jarang dipelajari nilai-nilai atau moral yang terkandung dalam norma,” terangnya.
Lantas apa yang bisa dilakukan? Ali Masyhar mengatakan, yang pertama harus diperbaiki adalah Cultural Reform, yakni mendorong pengajaran dan penguatan moral bagi mahasiswa Fakultas Hukum yang terintegrasi dalam kurikulum. Kedua membentengi dan memberi bekal penguatan agama atau nilai kepada kelompok-kelompok terorganisir mahasiswa dalam membangun kultur berhukum.
“Kemudian substantial reform, yakni kritis terhadap substansi hukum yang jauh dari nilai keadilan. Serta perkuat kajian-kajian substansi hukum,” ungkapnya.
Panitia penyelenggara kuliah umum, DR Loso SH menambahkan bila penegakan hukum merupakan salah satu persoalan besar di Indonesia. Hal ini di sebabkan, diantaranya peraturan perundangan, sarana dan prasarana, sumberdaya manusia (SDM) dalam hal ini penegak hukum serta budaya hukum masyarakat.