Oleh: Tazkia Aulia Rahmi
RADARPEKALONGAN.ID – Nur Aisyah pelita yang tak pernah padam. Gelar tersebut cocok diberikan kepada sosok perempuan Tangguh di Kabupaten Pemalang. Bagaimana kisahnya?
Di sudut kota kecil yang penuh dengan hiruk pikuk kehidupan Pasar Petarukan, Kabupaten Pemalang, hiduplah seorang perempuan yang telah mengabdikan dirinya pada dunia perbatikan selama lebih dari seperempat abad.
Ia merupakan sosok perempuan tangguh yang melukiskan hidupnya dengan penuh kesabaran dan cinta. Di balik setiap lembar kain yang ia jahit, tersirat kisah dan perjuangan yang tak ternilai harganya.
Baca Juga:Anak Didik TKIT Ulul Albab 2 Mengadakan Outing ClassTempat Ibadah dan Sarana Pendidikan di Kabupaten Tegal Banyak yang Rusak
Perempuan itu bernama Nur Asiyah, begitulah orang-orang sekitar mengenalnya. Perempuan yang kerap disapa “Mbak As” ini merupakan wanita paruh baya yang menjalani hidupnya dengan penuh tekad, keberanian, dan keikhlasan.
Ia juga merupakan sosok ibu yang hebat bagi anak-anaknya. Hal tersebut tampak pada kedua anaknya yang lulus sebagai sarjana, dan anak bungsunya yang berhasil lolos di salah satu universitas top swasta di Surakarta.
Perempuan yang lahir dan besar di Kota Pekalongan ini merupakan seorang janda yang menjalani hidupnya dengan menghadapi berbagai badai kehidupan.
Meskipun demikian, ia tetap berhasil mengarunginya dengan kepala tegak dan penuh berani, bahkan hal tersebut tidak sedikit pun membuatnya goyah.
Sejak kehilangan separuh jiwanya, ia tetap berani melangkahkan kaki tanpa henti, dengan berbekalkan harapan, kini ia berhasil menjadi pengusaha batik yang dikagumi.
Tidak hanya sebagai pengusaha, namun orang sekitar mengenali keindahan kepribadiannya melalui tutur kata dan perbuatannya pada sesama.
Ia meyakini dengan menyebarkan hal baik pada sesama, itu mampu menjemput ridho Allah ta’ala. Setiap harinya, ia awali hari dengan sujud di sepertiga malam untuk memperkuat ikatan spiritualnya dengan Sang Khaliq.
Baca Juga:Puskesmas Kesamiran Tarub Butuh Perbaikan, Kalau Hujan BocorKartu Tani Dinilai Produk Gagal, Pupuk di Kabupaten Tegal Menjadi Barang Langka
Selain itu ia juga senantiasa melaksanakan sholat dhuha sebelum membuka tokonya. Menurutnya, tidak ada hal lain selain menyandarkan segala jerih payahnya pada Sang Pemilik alam semesta.
“Family Tekstil” begitulah ia dan suami memberikan nama pada toko batiknya. Ia berharap dengan nama tersebut mampu menjadi do’a bagi keutuhan keluarganya, serta memberikan nuansa kekeluargaan bagi para pelanggannya.