RADARPEKALONGAN.ID, BATANG – Seni tradisional Batik Tulis Batang, warisan budaya khas Kabupaten Batang, kini berada di ambang kepunahan. Penyebab utamanya adalah minimnya regenerasi pembatik muda, rendahnya apresiasi terhadap nilai seni batik, dan tantangan ekonomi yang kian kompleks.
Regenerasi Jadi Masalah Utama
Miftakhutin (47), pembatik senior Batik Rifaiyah, menyebutkan bahwa rendahnya minat generasi muda menjadi ancaman serius. Proses membatik yang memakan waktu lama dan kompleks membuat profesi ini kurang diminati.
“Membuat batik tulis itu tidak mudah. Untuk satu kain saja, prosesnya bisa memakan waktu hingga satu bulan. Anak muda sekarang lebih memilih pekerjaan yang lebih praktis,” ujar Miftakhutin, Selasa, 7 Januari 2025.
Baca Juga:Wabah PMK di Kabupaten Pekalongan, Peternak Alami Kerugian BesarTragis, Jasad Bayi Laki-Laki Ditemukan di Saluran Air di Kendal Diduga Hasil Hubungan Gelap
Di samping itu, persoalan harga jual yang tidak sebanding dengan kerja keras pembatik turut memengaruhi keberlangsungan tradisi ini.
“Harga Batik Tulis Batang seringkali tidak mencukupi untuk menutupi modal dan tenaga. Banyak pembatik akhirnya beralih ke pekerjaan lain, bahkan menjadi pembatik di Pekalongan,” tambahnya.
Upaya Pelestarian yang Terus Dilakukan
Meski menghadapi banyak tantangan, para pembatik senior terus berupaya mempertahankan tradisi ini. Batik Rifaiyah, misalnya, dikenal karena kehalusan motifnya. Untuk kategori premium, proses pengerjaannya bahkan bisa mencapai satu tahun.
Miftakhutin mengungkapkan, penyesuaian harga mulai dilakukan untuk mencerminkan nilai seni batik tersebut.
- Batik tulis biasa: Rp 1,2 juta
- Batik sedang: Rp 2,5 juta
- Batik halusan: Rp 4 juta
- Batik premium: di atas Rp 5 juta
“Harga ini layak untuk karya seni sekelas batik tulis premium yang membutuhkan keahlian dan ketelitian tinggi,” jelasnya.
Kolaborasi Pendidikan dan Inovasi
Di tengah ancaman kepunahan, langkah kolaboratif mulai digalakkan. Salah satu terobosan datang dari SMKN 1 Warungasem, yang akan mengintegrasikan pembelajaran membatik ke dalam kurikulum tata busana.
“Ibu-ibu pembatik akan menjadi mentor langsung bagi siswa kami. Generasi muda perlu memahami proses membatik dari hulu hingga hilir,” ujar Kepala Program Desain Produksi Busana, Erwan, didampingi Humas sekolah, Sulasih.
Baca Juga:GOW Kota Pekalongan Dorong Perempuan Lebih Berdaya untuk Pembangunan DaerahOkupansi Hotel di Kota Pekalongan Menurun Sepanjang 2024, Ini Penyebabnya
Program ini juga didukung oleh Teaching Factory (TEFA), yang melibatkan Konsorsium Pengusaha Peduli Sekolah Vokasi Indonesia. Gedung TEFA menjadi ruang kreatif siswa untuk memproduksi dan memamerkan hasil karya mereka.