Meriahnya Tradisi Grebeg Sumpil di Kendal, Warga Berebut Gunungan Berisi Sumpil dan Uang

Meriahnya Tradisi Grebeg Sumpil di Kendal, Warga Berebut Gunungan Berisi Sumpil dan Uang
ACHMAD ZAENURI TRADISI TAHUNAN - Tradisi grebek sumpil di Desa Kutoharjo Kaliwungu, Minggu 9 Februari 2025.
0 Komentar

RADARPEKALONGAN.ID, KENDAL — Tradisi tahunan Grebeg Sumpil di Desa Kutoharjo, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal, berlangsung meriah pada Minggu, 9 Februari 2025. Ratusan warga dengan penuh semangat mengikuti prosesi tradisional ini, yang mencapai puncaknya saat warga berebut gunungan sumpil dan pohon uang yang diarak keliling desa.

Tradisi yang rutin digelar dalam rangka Haul Wali Hasan Abdullah atau dikenal dengan Eyang Pakuwaja ini menjadi momen penting untuk melestarikan budaya leluhur dan mengenang jasa salah satu tokoh penyebar Islam di Kaliwungu.

Sobirin, petugas jaga Makam Eyang Pakuwaja, menjelaskan bahwa sumpil adalah makanan khas Kaliwungu yang terbuat dari beras dan dibungkus daun bambu dengan bumbu kelapa.

Baca Juga:Waspada! Jalan Rusak di Bojong hingga Kajen Kian Membahayakan, Pengendara Keluhkan Banyak LubangAwal 2025, Kasus DBD di Pekalongan Meningkat: 24 Kasus, 1 Pasien Meninggal Dunia

“Sumpil ini punya makna mendalam, yaitu Sumelehno Uripmu Marang Pangeran Ingkang Langgeng yang artinya pasrahkan hidup kepada Sang Pencipta yang abadi. Hanya ada di Kaliwungu dan wajib dipertahankan,” kata Sobirin.

Filosofi dan Sejarah Grebeg Sumpil

Eyang Pakuwaja dikenal sebagai tokoh yang membabat tanah Kaliwungu dan menyebarkan ajaran Islam di wilayah tersebut. Grebeg Sumpil bukan hanya menjadi ritual tahunan, tetapi juga wujud penghormatan masyarakat terhadap beliau.

“Acara ini sudah berjalan selama 14 tahun dan antusiasme masyarakat tetap tinggi. Ini juga dalam rangka haul Eyang Pakuwaja untuk mendoakan beliau serta menjaga tradisi leluhur,” tambah Sobirin.

Lima Gunungan dan Prosesi Doa

Ketua Panitia Grebeg Sumpil, Sutikno, menyebutkan bahwa lima gunungan sumpil diarak dari depan Makam Wali Hasan Abdullah, berkeliling kota Kaliwungu, hingga tiba di Bukit Jabal tempat warga berebut isi gunungan.

“Gunungan ini simbol keberkahan. Sebelum diarak, kami selalu bacakan doa di makam Eyang Pakuwaja untuk mengenang jasa beliau serta menjaga tradisi ini tetap hidup,” ujar Sutikno.

Selain menjadi sarana pelestarian budaya, acara ini juga diharapkan dapat mendongkrak wisata religi di Desa Kutoharjo.

“Harapannya dengan adanya haul dan grebeg sumpil, Desa Kutoharjo lebih dikenal luas. Semakin banyak peziarah yang datang, semoga membawa keberkahan untuk masyarakat sekitar,” kata Sutikno.

0 Komentar