RADARPEKALONGAN.ID, KENDAL – Dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional (HPN) 2025, para jurnalis yang tergabung dalam Forum Wartawan Kendal (Forwaken) menggelar kampanye untuk menghentikan kekerasan dan kriminalisasi terhadap wartawan. Kampanye ini disampaikan melalui aksi teatrikal yang diikuti oleh puluhan wartawan pada Jumat, 14 Februari 2025, di Alun-alun Kendal.
Aksi teatrikal ini menjadi bagian dari rangkaian peringatan HPN 2025 serta HUT Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) ke-79 di Kabupaten Kendal. Dalam aksi tersebut, para jurnalis ingin menegaskan protes mereka terhadap intimidasi dan kekerasan yang masih kerap menimpa profesi wartawan di lapangan.
Dalam salah satu adegan, seorang jurnalis diperankan dengan tangan terikat dan ditarik paksa oleh beberapa orang, menggambarkan praktik intimidasi yang sering dialami wartawan ketika sedang melaksanakan tugas jurnalistik mereka.
Baca Juga:Hindari Motor Menyeberang Mendadak, Truk Bermuatan Duku Tabrak Tronton dan Terguling di Kendal50 Ribu Batang Rokok Ilegal Dimusnahkan, Pemkot Pekalongan Tegaskan Komitmen Berantas Peredaran
Ketua Forwaken, Iswahyudi, menjelaskan bahwa aksi teatrikal ini merupakan inisiatif wartawan Kendal untuk memperingati HPN sekaligus menunjukkan solidaritas terhadap rekan-rekan sejawat yang masih menjadi korban kekerasan. “Kami mengadakan aksi damai di Alun-alun Kabupaten Kendal sebagai bentuk protes terhadap segala bentuk kekerasan yang dialami wartawan,” ujarnya.
Iswahyudi menambahkan bahwa wartawan selalu bekerja berdasarkan fakta yang diambil sesuai dengan Undang-Undang Pers dan kode etik jurnalistik. Ia berharap agar narasumber dan pihak terkait bisa memberikan ruang yang aman bagi wartawan tanpa melakukan tindakan intimidasi atau kekerasan.
“Semua pihak harus memahami tugas pokok wartawan. Saat pengambilan gambar atau video, jangan ada pihak yang menghalangi atau memaksa wartawan untuk menghapus hasil liputannya. Menurut data dari AJI, ada sebanyak 72 kasus kekerasan terhadap wartawan yang dilakukan oleh oknum TNI dan Polri,” jelas Iswahyudi.
Koordinator aksi damai, Slamet Priyatin, menambahkan bahwa aksi teatrikal ini juga bertujuan untuk mengingatkan bahwa wartawan bekerja sesuai dengan kode etik jurnalistik. Namun, kenyataannya banyak intimidasi yang masih terjadi, bahkan hingga ada wartawan yang tewas akibat kekerasan.
“Wartawan bekerja dengan aturan yang jelas, dilindungi oleh undang-undang. Namun kenyataan di lapangan masih banyak intimidasi, seperti kamera yang direbut, gambar yang dipaksa untuk dihapus, dan perlakuan tidak manusiawi lainnya,” ungkap Slamet.