RADARPEKALONGAN.ID, KENDAL – Protes warga terhadap aktivitas usaha stockpile di Kecamatan Weleri kembali mencuat. Warga dari empat desa—Penyangkringan, Bumiayu, Sumberagung, dan Nawangsari—menyuarakan keberatan mereka atas operasional dumptruck pengangkut material stockpile yang dinilai merusak jalan, memicu kecelakaan, dan menimbulkan polusi debu.
Meski dua dari enam pengusaha stockpile sempat menunjukkan komitmen untuk memperbaiki jalan rusak dengan spesifikasi Lapis Pondasi Agregat (LPA) kelas A dan dana perbaikan Rp 50 juta, warga menilai upaya itu belum cukup. Mereka mendesak agar kendaraan berat dari usaha tersebut tidak lagi melintasi jalur utama desa.
“Warga menghendaki jalan difungsikan seperti semula, tidak dilalui angkutan berat para pengusaha stockpile,” ujar Camat Weleri, Dwi Cahyono, usai bertemu perwakilan warga di Desa Bumiayu pada Selasa, 8 April 2025.
Baca Juga:Balgis Ajak Masyarakat Pekalongan Mulai dari Rumah, Pilah Sampah untuk Kota BersihPemancing di Sungai Silanggak Temukan Mayat Perempuan, Korban Ternyata Pasien Disabilitas Mental yang Hilang
Menurut Dwi, keberadaan dumptruck stockpile tidak hanya membuat jalan cepat rusak, tetapi juga berdampak langsung terhadap keselamatan dan kesehatan warga. Jalur desa menjadi licin dan berlumpur saat musim hujan, serta berdebu saat kemarau, yang kerap menyebabkan anak-anak terpeleset hingga pedagang terganggu usahanya.
“Warga juga menyampaikan bahwa sepanjang jalan penuh debu, mengganggu pernapasan anak-anak dan membahayakan pengguna jalan, khususnya pelajar,” tambahnya.
Selain menolak aktivitas dumptruck, warga juga mengusulkan pemasangan lampu rambu lalu lintas serta cermin cembung (spion jalan) di perempatan Timbang–Bumiayu yang dianggap rawan kecelakaan. Mereka juga meminta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk turun langsung ke lapangan guna memastikan legalitas dan kesesuaian operasional usaha stockpile dengan regulasi.
Namun di sisi lain, Dwi Cahyono mengungkapkan bahwa para pengusaha stockpile ingin tetap beroperasi karena turut membuka lapangan kerja bagi warga lokal. Untuk mengakomodasi kedua kepentingan tersebut, ia menyarankan solusi jangka panjang melalui musyawarah tingkat kabupaten.
“Kami akan mendorong mediasi di tingkat kabupaten agar dicapai solusi terbaik untuk semua pihak, baik warga maupun pelaku usaha,” tuturnya.
Sikap penolakan warga saat ini semakin tegas. Beberapa warga telah memasang spanduk protes di sejumlah titik strategis dengan pesan menolak keberadaan aktivitas stockpile, salah satunya berbunyi: “Pasir Lungo Masyarakat Lego.”