98 Persen Guru RA di Batang Masih Berstatus Wiyata Bakti, IGRA Tuntut Pengakuan dan Kesejahteraan

98 Persen Guru RA di Batang Masih Berstatus Wiyata Bakti, IGRA Tuntut Pengakuan dan Kesejahteraan
DOK. ISTIMEWA BERSALAWAT - Ratusan guru Raudhatul Athfal (RA) yang tergabung dalam Ikatan Guru Raudlatul Athfal (IGRA) Kabupaten Batang menggelar halal bihalal bertajuk “IGRA Bersalawat” di Pendapa Kabupaten Batang, Rabu (16/4/2025).
0 Komentar

RADARPEKALONGAN.ID, BATANG — Ratusan guru Raudhatul Athfal (RA) yang tergabung dalam Ikatan Guru Raudlatul Athfal (IGRA) Kabupaten Batang menggelar acara halalbihalal bertajuk “IGRA Bersalawat” di Pendapa Kabupaten Batang, Rabu (16/4/2025). Meski dikemas dalam suasana silaturahmi, kegiatan ini juga menjadi ruang penyampaian aspirasi para guru RA, khususnya terkait status kepegawaian dan kesejahteraan mereka yang dinilai masih belum mendapatkan perhatian yang layak.

Ketua IGRA Kabupaten Batang, Nur Khanah, menyampaikan bahwa dari 575 guru RA di wilayah tersebut, sekitar 98 persen masih berstatus wiyata bakti atau nonpegawai tetap. Mereka hanya menerima tunjangan dari pemerintah pusat sebesar Rp250 ribu per tahun, dan itupun hanya menyasar sebagian kecil dari jumlah guru yang ada.

“Kami bukan sekadar guru, kami membentuk karakter dan akhlak Islami sejak usia dini. Namun kami juga berharap peran kami diakui, baik secara administratif maupun dari sisi kesejahteraan,” ujarnya.

Baca Juga:Peradi Pekalongan Gandeng UIN Gus Dur untuk Gelar PKPA, Cetak Advokat Bermartabat dan Berintegritas  Festival Ketoprak Siswa SMAN 2 Kendal, Pentas Seni Budaya Sekaligus Penilaian Akhir Kelas 12  

Hingga saat ini, terdapat 126 lembaga RA yang tersebar di pelosok Kabupaten Batang, mendidik sekitar 7.500 anak usia dini. Namun sayangnya, para guru yang menjadi ujung tombak pendidikan karakter tersebut belum mendapatkan pengakuan formal dari Pemerintah Kabupaten Batang, meskipun mereka berada di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag).

Nur Khanah menegaskan, IGRA hanya meminta pengakuan struktural, pencatatan resmi dalam sistem pemerintahan daerah, serta perhatian yang lebih serius dari Pemkab Batang, terutama dari Bupati.

“Kami tidak menuntut berlebihan, hanya ingin diakui dan diberi ruang dalam data kepegawaian daerah, karena pada kenyataannya kami juga berkontribusi besar dalam dunia pendidikan anak usia dini,” ungkapnya.

Kemenag Akui Tantangan, Dorong Sinergi dengan Pemkab

Sementara itu, Kepala Seksi Pendidikan Madrasah Kemenag Batang, Lutfi Hakim, mengakui tantangan yang dihadapi para guru RA. Menurutnya, hanya sebagian kecil guru yang sudah menerima tunjangan sertifikasi sebesar Rp1,5 juta per bulan, sementara lainnya masih bergantung pada bantuan tali asih dan bingkisan dari Unit Pengumpul Zakat (UPZ).

“Kami memang memiliki keterbatasan dalam kewenangan, namun tetap berupaya hadir mendukung guru-guru RA. Harapan kami, sinergi antara Kemenag, Pemkab, dan IGRA bisa diperkuat ke depannya,” ujarnya.

0 Komentar