RADARPEKALONGAN.ID, BATANG – Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 di Kabupaten Batang membawa konsekuensi yang tidak terduga bagi sebagian wilayah, terutama Desa Cepokokuning dan sebagian Desa Rowobelang.
Kebijakan pengurangan kuota jalur zonasi dari 60 persen menjadi 40 persen di SMPN 4 Batang membuat warga dari dua desa tersebut kini tak lagi terakomodasi secara otomatis melalui domisili.
Kepala SMPN 4 Batang, Sri Mulyatno, mengakui bahwa dampaknya cukup terasa. Jika tahun lalu siswa dari Cepokokuning dan Rowobelang masih dapat diterima melalui jalur zonasi, kini mereka harus bersaing melalui jalur afirmasi atau prestasi. “Sekarang statusnya
Baca Juga:Pemkot Pekalongan Siapkan Solusi Jangka Panjang Atasi Darurat Sampah, Gandeng KLHK dan Masyarakat!Tragis! Digigit Ular Weling, Bocah 12 Tahun Asal Pekalongan Koma Lebih dari Sepekan
blank spot. Tidak ada satu pun dari wilayah itu yang diterima lewat zonasi,” ujarnya, Rabu (25/6/2025).
Menurutnya, peminat di SMPN 4 Batang selalu tinggi setiap tahunnya, namun keterbatasan daya tampung menjadi hambatan utama. “Kalau mau menambah daya tampung, satu-satunya cara adalah membangun lantai dua. Tapi lahannya sudah tidak memungkinkan,” tambah Sri.
Menanggapi situasi ini, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Batang, Bambang Suryantoro Sudibyo, mengakui bahwa memang ada keluhan dari orang tua murid, meski secara umum pelaksanaan SPMB 2025 dinilai berjalan lancar.
“Keluhan yang masuk lebih banyak karena orang tua belum memahami sistem baru. Masih ada anggapan soal sekolah favorit, padahal sekarang semua sekolah negeri kualitasnya setara,” jelas Bambang saat meninjau SMPN 1 Batang.
Ia menegaskan bahwa pihaknya terus mendorong masyarakat untuk mempertimbangkan sekolah lain jika anak tidak diterima di pilihan awal. “Kalau tidak lolos, kami arahkan ke sekolah negeri lain yang masih buka. Dan jangan lupa, sekolah swasta sekarang juga banyak yang bagus, asalkan siswanya semangat belajar,” tegasnya.
Saat ini, jalur afirmasi di beberapa sekolah masih menyisakan kuota, yang sebagian mulai dialihkan ke jalur prestasi. Kondisi ini menunjukkan bahwa perubahan sistem SPMB, terutama pengurangan kuota zonasi, harus dibarengi dengan edukasi yang komprehensif kepada masyarakat, agar persebaran siswa lebih merata tanpa menimbulkan keresahan di tengah warga.