RADARPEKALONGAN.ID, PEKALONGAN – Angka kemiskinan di Kota Pekalongan memang menunjukkan sedikit penurunan, dari 6,81% pada 2023 menjadi 6,71% di tahun 2024. Namun, laju penurunan yang dinilai lambat ini memicu Pemerintah Kota (Pemkot) Pekalongan untuk tancap gas.
Pasalnya, masih ada sekitar 18.000 jiwa warga yang hidup di bawah garis kemiskinan, sehingga dibutuhkan strategi baru yang lebih efektif dan tepat sasaran.
Komitmen ini ditegaskan dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kota Pekalongan Tahun 2025 yang digelar di Ruang Buketan Setda Kota Pekalongan, Kamis (26/6/2025) siang. Rakor tersebut melibatkan berbagai elemen penting, mulai dari tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi perempuan, hingga lembaga keuangan.
Baca Juga:Warung Makan di Kedungwuni Pekalongan Ludes Dilalap Api: Diduga Kompor Lupa Dimatikan! Drama Bule Iran di Pasar Limpung Batang: Dikira Hipnotis, Nyaris Diamuk Warga Akibat Salah Paham Bahasa!
Wakil Wali Kota Pekalongan, Hj Balgis Diab, yang juga Ketua Tim Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Kota Pekalongan, memimpin langsung jalannya kegiatan. Beliau menegaskan bahwa pengentasan kemiskinan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan sinergi seluruh pihak.
“Permasalahan kemiskinan tidak bisa diatasi oleh pemerintah saja, tapi membutuhkan sinergi dari seluruh stakeholder, tokoh masyarakat, organisasi perempuan, tokoh agama, hingga lembaga keuangan. Karena itu, semua kita ajak duduk bersama, menyamakan visi, dan mencari formula terbaik untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan di Kota Pekalongan,” tegas Hj Balgis Diab.
Menurut Balgis, Pemkot telah menjalankan berbagai program seperti pengalokasian anggaran khusus, pelatihan dan pemberdayaan masyarakat, bantuan modal usaha, serta pelatihan kewirausahaan. “Melalui rakor ini, kami berharap peserta bisa menjadi duta-duta penanggulangan kemiskinan di lingkungannya masing-masing. Sinergi dan kolaborasi adalah kunci utama,” tambahnya.
Kepala Bapperida Kota Pekalongan, Cayekti Widigdo, mengakui bahwa penurunan 0,1% dalam setahun belum cukup signifikan. “Saat ini masih ada sekitar 18.000 warga yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kita sudah punya banyak program dan seluruh OPD sudah bergerak, tinggal bagaimana menyempurnakan strategi, khususnya pada sisi data dan pemberdayaan,” ujarnya.
Cayekti juga menyoroti persoalan data yang masih menjadi hambatan. Untuk itu, pemerintah sedang menyiapkan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) sebagai penyatuan berbagai basis data. “Proses penjaringan DTSEN sudah dimulai sejak akhir 2023 dan kini masih dalam proses sinkronisasi dari BPS ke Bappenas. Harapannya, data ini nanti bisa lebih presisi untuk menyalurkan bantuan dan merancang program pemberdayaan,” ungkapnya.