RADARPEKALONGAN.ID, BATANG – Pemerintah Kabupaten Batang mencatat adanya kekosongan jabatan pada 12 kepala desa dan 204 perangkat desa di wilayahnya. Situasi ini, yang tersebar di 239 desa, membuat kinerja pemerintah desa makin berat karena keterbatasan aparatur.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dispermasdes) Kabupaten Batang, Rusmanto, menjelaskan bahwa dari 12 kursi kepala desa yang kosong, sembilan di antaranya karena pengunduran diri dan pensiun, sementara tiga lainnya tersandung kasus hukum.
“Saat ini jabatan kepala desa yang kosong untuk sementara diisi oleh sekretaris desa sebagai pelaksana harian. Namun kondisi ini hanya bersifat sementara hingga ada pengisian definitif yang sayangnya baru bisa dilakukan pada 2027,” ujar Rusmanto, Selasa (15/7/2025).
Baca Juga:DPRD Minta Pemkot Pekalongan Optimalisasi PAD, Soroti Anggaran Sampah & Program Makan Bergizi!Janji Terbayar! Seragam Gratis Faiz-Suyono Dibagikan, 20 Ribu Siswa Batang & UMKM Panen Rezeki!
Daftar desa yang mengalami kekosongan kepala desa antara lain Deles, Sangubanyu, Keniten, Ngadirejo, Besani, Sidalang, Denasri Wetan, Kluwih, dan Rowosari. Tiga desa yang kepala desanya tersandung hukum adalah Sidorejo (kasus perjudian), Mojotengah, dan Kalirejo (kasus penggelapan dan penadahan mobil rental).
Menurut Rusmanto, meskipun kekosongan bisa diisi melalui mekanisme Pengganti Antar Waktu (PAW), Kabupaten Batang masih terikat moratorium pemilihan kepala desa, baik serentak maupun PAW. “Pemerintah daerah mengacu pada surat edaran dari Kementerian Dalam Negeri dan Gubernur Jawa Tengah yang menegaskan bahwa untuk sementara pengisian kepala desa masih dimoratorium,” jelas Rusmanto, merujuk pada SE Mendagri No. 100.3.5.5/2625/SJ, SE Gubernur Jateng No. 400.10.2/0004873, dan Surat Kepala Dispermasdes Batang No. P/92/400.10.2.2/II/2025.
Tak hanya kepala desa, kondisi serupa juga terjadi pada 204 posisi perangkat desa yang hingga kini masih kosong. “Belum ada pelaksanaan pengisian perangkat desa. Karena saat ini sedang terjadi perubahan regulasi yang cukup mendasar,” kata Rusmanto.
Perubahan tersebut terjadi karena berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 sebagai revisi dari UU Desa Nomor 6 Tahun 2014. Salah satu poin penting adalah proses pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa kini harus mendapat persetujuan dari bupati, bukan lagi rekomendasi camat. Namun, aturan teknis pelaksanaannya belum tersedia, sehingga pemerintah daerah masih menunggu kejelasan petunjuk dari pusat.
“Kami masih menunggu aturan pelaksanaannya, apakah bisa langsung menggunakan UU 3 Tahun 2024 atau harus menunggu turunan berupa peraturan pemerintah,” jelasnya.