RADARPEKALONGAN.ID, KOTA PEKALONGAN – Isu mengenai rencana pemerintah yang disebut-sebut akan langsung mengambil alih tanah-tanah terbengkalai belakangan ramai diperbincangkan. Namun, informasi tersebut tidak sepenuhnya benar. Kepala Kantor Pertanahan (Kantah) Kota Pekalongan, Joko Wiyono, menegaskan bahwa penetapan tanah sebagai tanah terlantar tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Prosesnya panjang dan telah diatur secara sistematis melalui regulasi nasional.
“Penertiban tanah terlantar diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar, serta Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 20 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penertiban dan Pendayagunaan Kawasan dan Tanah Terlantar,” jelas Joko saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (18/7/2025).
Menurut Pasal 1 PP Nomor 20 Tahun 2021, lanjut Joko, tanah terlantar adalah tanah yang telah memiliki hak atas tanah, hak pengelolaan, atau diperoleh melalui penguasaan fisik, namun sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara oleh pemiliknya.
Baca Juga:Putri Bupati Pimpin Karang Taruna Kendal: Nattaya Siap Sengkuyung Wujudkan Visi Bupati!BPJS Ketenagakerjaan Sosialisasi Penjaminan KK & PAK ke RS Mitra Pekalongan Raya, Jamin Layanan Optimal!
“Artinya, tidak serta merta tanah yang tidak digarap selama beberapa waktu langsung diambil alih pemerintah. Ada proses hukum dan administrasi yang panjang, yang justru memberi kesempatan kepada pemilik untuk kembali mengelolanya,” jelasnya.
Joko merinci, jika sebuah tanah tidak dimanfaatkan selama minimal dua tahun, maka tanah tersebut bisa menjadi objek evaluasi penertiban. Proses evaluasi ini berlangsung selama 180 hari dan mencakup tahapan inventarisasi, verifikasi lapangan, hingga klarifikasi kepada pemilik tanah. Apabila tanah tetap tidak dimanfaatkan selama masa evaluasi, maka Kantor Pertanahan akan mengirimkan tiga tahap peringatan:
- Peringatan I: 180 hari
- Peringatan II: 90 hari
- Peringatan III: 45 hari
“Jika pemilik tidak merespons hingga peringatan ketiga, maka dalam waktu 30 hari dapat diterbitkan penetapan resmi sebagai tanah terlantar,” terang Joko. Dengan demikian, total durasi proses sejak tanah dinyatakan tidak dimanfaatkan hingga bisa ditetapkan sebagai tanah terlantar memakan waktu paling cepat 587 hari, atau hampir dua tahun setelah masa pengabaian.
Joko juga menekankan pentingnya memahami perbedaan antara tanah negara dan tanah milik pemerintah. Saat suatu bidang tanah dinyatakan sebagai tanah terlantar, statusnya menjadi tanah negara—bukan otomatis milik pemerintah pusat atau daerah. “Ini yang sering keliru dipahami masyarakat. Tanah negara tetap harus melalui proses penguasaan baru jika ingin dimanfaatkan oleh instansi pemerintah,” ujarnya.