RADARPEKALONGAN.ID, KARANGANYAR – Petani padi di Kabupaten Pekalongan kini diresahkan tidak hanya oleh serangan hama tikus, tetapi juga hama wereng yang kian menggila. Akibat serangan ini, sejumlah petani dilaporkan mengalami gagal panen.
Serangan hama wereng salah satunya dihadapi petani di Desa Sokosari, Kecamatan Karanganyar. Di desa ini, diperkirakan area sawah seluas 50 hektare terserang hama wereng. Tanaman padi yang terserang berusia sekitar 60 hingga 75 hari. Tingkat kerusakan tanaman padi bervariasi, dari ringan hingga berat dan menyebabkan gagal panen.
Petani dari Desa Sokosari, Cariban, Sabtu (19/7/2025), mengatakan bahwa dirinya menanam padi di sawah seluas 1.800 meter persegi. Ia mengaku kewalahan menghadapi serangan hama wereng karena wereng sulit diberantas. “Saya sudah mengantisipasi sejak dini dengan penyemprotan pestisida sistemik dan kontak, serta pengairan lahan,” katanya. “Saya berhasil mengumpulkan satu besek penuh bangkai wereng,” ungkapnya.
Baca Juga:Pasar Banjarsari Pekalongan Ditargetkan Diresmikan Agustus 2025, Siap Layani Pedagang & Pengunjung!Persik Kendal Hadapi Uji Coba Berat: Siap Duel Lawan Tornado FC, Pekan Depan Tantang PSIS Semarang!
Namun, lanjutnya, banyak tanaman padi milik tetangganya mengalami kerusakan parah dan gagal panen akibat serangan hama wereng karena petani tidak mengantisipasinya sejak dini. “Mestinya menangani wereng itu dari pencegahan, karena mencegah lebih baik dan mudah daripada mengobati. Jika sudah terserang, akan lebih sulit mengendalikannya,” ujar Cariban.
Sebelumnya, serangan hama tikus dan sundep juga meresahkan petani padi di Kabupaten Pekalongan. Jika serangan hama tikus tak diatasi, tanaman padi juga bisa gagal panen. Serangan hama tikus salah satunya menyerang tanaman padi di Desa Randumuktiwaren, Kecamatan Bojong. Petani di sana sudah merugi lantaran gagal panen akibat serangan hama tikus.
Casmudi, salah satu petani di Desa Randumuktiwaren, Kamis (10/7/2025), mengaku terpaksa membabat habis tanaman padinya di lahan seluas sekitar 4 hektare akibat serangan hama tikus yang terus berlangsung. “Tikusnya makin banyak, padahal sudah kami coba kendalikan. Akhirnya sawah saya babat habis karena tidak mungkin dilanjutkan,” ujarnya.
Selain hama, Casmudi juga mengeluhkan mahalnya biaya irigasi saat musim kemarau. Meskipun pemerintah telah memberikan bantuan mesin pompa, biaya operasionalnya tetap tinggi. “Sekali menyalakan pompa bisa habis Rp100 ribu per jam. Itu bukan untuk pompanya saja, tapi juga untuk membayar orang yang menjaga aliran air sampai ke sawah kami. Kalau tidak dijaga, bisa rebutan sama petani lain,” jelasnya.