Ia menambahkan bahwa warisan pengetahuan tentang rempah dan pengobatan tradisional dalam naskah-naskah kuno merupakan kekayaan intelektual yang selama ini belum sepenuhnya tergali secara sistematis. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan lintas disiplin seperti filologi, sejarah, etnobotani, hingga kesehatan masyarakat dalam menelusurinya.
“Tujuan kami adalah menjembatani ilmu pengetahuan modern dengan kearifan lokal yang terekam dalam manuskrip. Ini penting untuk membangun narasi baru bahwa rempah bukan hanya komoditas ekonomi, tetapi juga pusat dari pengetahuan dan peradaban,” tandasnya.
Seminar ini menjadi salah satu kegiatan unggulan dalam proyek penelitian Mora The AIR Funds, yang turut menghadirkan narasumber internasional seperti Prof. Seung Won Song dan Sonezza Ladyanna dari Hankuk University of Foreign Studies, Korea Selatan, serta Dr. Tendi dari UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon. Fokus utamanya adalah menggali hubungan historis antara rempah, pengobatan tradisional, dan manuskrip kuno dalam pembentukan peradaban Asia.
Baca Juga:Ratusan Pelajar Ikuti Lomba Kreativitas Lingkungan, Wali Kota: Mereka Bisa Jadi Pionir Gerakan HijauPeringati Hari Anak Nasional 2025, Dinas Kesehatan Genjot Pemantauan Kesehatan Anak dan Penanganan Stunting
Kegiatan ini diapresiasi luas oleh peserta yang berasal dari kalangan akademisi, mahasiswa, hingga praktisi kesehatan tradisional. Seminar ini diharapkan dapat menjadi embrio bagi kerja sama riset lintas negara, sekaligus memperkuat posisi rempah dan pengobatan tradisional sebagai bagian tak terpisahkan dari sejarah peradaban Asia. (dur)