Monumen Djuang Kota Pekalongan, Simbol Perlawanan Rakyat Pekalongan Terhadap Jepang

Monumen Djuang Kota Pekalongan, Simbol Perlawanan Rakyat Pekalongan Terhadap Jepang
ISTIMEWA SIMBOL PERLAWANAN - Monumen Djuang Kota Pekalongan menjadi simbol keberanian dan perlawanan masyarakat Pekalongan atas penjajahan Jepang.
0 Komentar

Korban baru bisa dievakuasi keesokan harinya, karena pihak Jepang melarang evakuasi kecuali oleh dokter dan perempuan. Salah satu tokoh yang turut andil mengevakuasi korban adalah Meriyati Roeslani, istri Jenderal Hoegeng, yang membawa korban selamat ke Jalan di sebelah Kantor Kawedanan Pekalongan (kini Kantor Pajak Pratama). Dari sana, para korban diantar oleh pemuda yang sudah siap di lokasi ke Rumah Sakit Beatrix yang kini dikenal sebagai RSUD Kraton. Tercatat, 37 pejuang gugur, dan 12 lainnya mengalami luka.

“Peristiwa kan tanggal 3 Oktober. Nah sampe sore itu kondisinya masih susah. ‘Nek ono sing obah sitik ditembak maneh karo Jepang’ kalau ada yang bergerak sedikit ditembak oleh Jepang). Nah pas malam dilalah udan, dadi sek iso ngombe banyu udan (malam hari hujan, jadi bisa minum air hujan). Pagi jam 10 baru bisa ditolong,” tutur Dirham.

Setelah pertempuran, delegasi Indonesia meminta bantuan kepada pihak yang ada di Semarang. Namun karena saat itu situasi di sana juga genting, akhirnya meminta bantuan kepada Purwokerto. Pada 6 Oktober 1945, perundingan kembali dilakukan di Kantor Kawedanan Pekalongan. Delegasi Indonesia dipimpin oleh eks Daidanco Iskandar Idries, Wadhyono, Sumantoro, dan Sudharmo Djadjadiwangsa dengan perantara Residen Banyumas, Ishaq Tjokrohadisoerjo.

Baca Juga:PKK & POPTI Batang Kolaborasi, Wujudkan Batang Zero Talasemia Melalui Edukasi & Skrining!Sidang Paripurna Istimewa HUT Kendal ke-420, Bupati Ajak Rakyat Gotong Royong Bangun Kendal Berdikari!

Pihak Jepang diwakili oleh Komandan Garnisun Banyumas Kapten Nonaka dan Saburo Tomuro sebagai penerjemah. Akhirnya, pada 7 Oktober dini hari, seluruh pihak Jepang baik dari sipil maupun militer meninggalkan Pekalongan dengan puluhan truk yang dikawal oleh pasukan eks PETA, Pimpinan Daydanco Iskandar Idries. Sejarah inilah yang tersimpan dibalik Monumen Djuang Pekalongan. Gedung Kenpeitai yang menjadi saksi bisu peristiwa berdarah itu kini telah berubah fungsi menjadi Masjid Syuhada.(mg3/nul)

0 Komentar