RADARPEKALONGAN.ID – Jawa Tengah terus memperkuat langkah menuju pengembangan pariwisata ramah muslim sebagai bagian dari visi Indonesia menjadi pusat halal dunia. Upaya ini melibatkan kolaborasi lintas pihak, mulai dari pemerintah daerah, asosiasi industri, hingga Bank Indonesia (BI).
Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Wisata Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah (Disporapar) Jawa Tengah, Aria Chandra Destianto, menyebut regulasi menjadi kunci awal dari pariwisata ramah muslim.
“Sejak 2023, sudah ada Pergub yang mengatur kriteria usaha pariwisata ramah muslim. Ada 13 jenis usaha pariwisata yang diatur, termasuk standar fasilitas seperti tempat wudu terpisah, musala dengan pemisah pria-wanita, hingga fasilitas penunjang lain yang representatif,” tuturnya usai talkshow Pariwisata Ramah Muslim sebagai Penguatan Ekonomi dan Budaya bersama BI Tegal di Hotel Aston Kota Pekalongan, Jumat (22/8/2025).
Baca Juga:Memperingati 80 Tahun Kemerdekaan RI, Jasa Raharja Terus Mendukung Asta Cita untuk Indonesia SejahteraKementerian BUMN dan Jasa Raharja Apresiasi Hadirnya Layanan SAMOLI di Samsat Kota Yogyakarta
Aria menegaskan, pengembangan wisata ramah muslim tidak hanya berdampak pada sektor pariwisata, akan tetapi juga mendorong pertumbuhan UMKM lokal. “Di desa wisata, konsep community-based tourism membuat masyarakat bersama-sama membangun destinasi. Ketika UMKM berjalan, oleh-oleh dan kerajinan juga ikut berkembang, sehingga ekonomi desa terangkat,” katanya.
Namun, ia mengingatkan masih ada tantangan, seperti penguatan SDM, kelembagaan, dan pemberdayaan. “Dari 886 desa wisata di Jateng, separuhnya masih tidak aktif. Karena itu perlu kolaborasi pentahelix, termasuk dukungan dari Bank Indonesia,” jelasnya.
Wakil Ketua Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI), Nyata Nugraha, menilai langkah konkret harus segera diambil. “Kami usulkan di eks Karesidenan Pekalongan yang terdiri dari tujuh kota/kabupaten, masing-masing cukup satu lokasi saja yang ditunjuk sebagai pilot project pariwisata ramah muslim,” ujarnya.
Menurut Nyata, usulan tersebut akan ditindaklanjuti dengan forum diskusi (FGD) bersama Disporapar, PPHI, dan Bank Indonesia untuk menyusun standar prioritas.“Tidak harus semua 13 kriteria dipenuhi. Contoh spa, itu opsional. Yang penting fasilitas utama seperti musala, wudu, serta makanan dan minuman halal tersedia,” jelasnya.
Ia menargetkan inisiatif ini bisa terealisasi pada tahun 2025. “Kalau kita fokus dan aksi, tahun ini bisa berjalan. Setiap daerah punya keunikan, ada yang unggul di alam, jasa, atau kuliner. Itu harus disesuaikan,” tambahnya.