RADARPEKALONGAN.ID, BATANG – Di Desa Denasri Kulon, Kabupaten Batang, seorang perajin bernama Supardi menenun harapan dan cinta lingkungan melalui goresan batik tulis pewarna alam.
Karya Supardi bukan sekadar batik, melainkan simbol kesetiaan terhadap tradisi dan alam. Ia menjadi satu-satunya pembatik asli Batang yang konsisten menggunakan pewarna alami dari bahan-bahan di sekitar seperti kulit kayu, daun, dan buah-buahan.
Sejak tahun 2011, Supardi memilih menempuh jalan berbeda dengan meninggalkan bahan kimia dan beralih ke pewarna alam. Ia mengolah bahan-bahan seperti kulit kayu mahoni, tegeran, buah jalawe, kayu tingi, hingga daun indigo untuk menciptakan warna-warna yang lembut namun tahan lama.
Baca Juga:Fatayat NU Pekalongan Gelar Orientasi Kader PMBA, Optimalkan Peran Turunkan Angka Stunting!Kiai Tafsir Ajak Warga Muhammadiyah Sediakan 30% Lahan untuk RTH, Kampanye Kesalehan Lingkungan!
“Saya ingin batik kami indah dan anggun dengan warna-warna dari alam. Semua bahan kami racik sendiri — dari kulit kayu mahoni yang menghasilkan merah, kayu tingi merah tua, jalawe kuning, tegeran kuning muda, sampai indigo untuk biru tua,” tutur Supardi, Jumat (10/10/2025).
Berkat ketekunan dan eksperimennya, racikan pewarna alami ciptaan Supardi bahkan telah dipatenkan secara resmi, sebagai pengakuan atas inovasi yang ia kembangkan selama lebih dari satu dekade. “Alhamdulillah, pewarna alam kami sudah memiliki hak paten. Ini menjadi penyemangat untuk terus berkarya dan menjaga tradisi,” ujarnya.
Supardi menegaskan, pewarna alami bukan hanya mempercantik batik, tetapi juga bentuk kepedulian terhadap lingkungan. Limbah dari proses pembuatannya ramah lingkungan dan tidak mencemari air.
“Pewarna alam itu aman untuk alam, tidak merusak air dan tanah. Saya berharap semakin banyak pembatik yang ikut menggunakan pewarna alami agar lingkungan tetap terjaga,” katanya. (nov)