Oleh Rizki Nuansa Hadyan, S.Psi, MM, Psikolog*
RADARPEKALONGAN.ID – Fenomena terpilihnya Zohran Mamdani sebagai Walikota New York adalah sebuah peristiwa yang menarik untuk dianalisis melalui perspektif psikologi sosial.
Sebagai seorang psikolog, saya melihat lebih dari sekadar aspek politik atau ekonomi dalam pencapaian ini.
Ada dinamika sosial dan psikologis yang mendasari bagaimana seorang kandidat dapat meraih kepercayaan, membangun hubungan dengan pemilih, dan akhirnya memenangkan posisi yang sangat prestisius.
Baca Juga:Dosa yang KupilihKhidmat, Peringatan Maulid Nabi Muhammad di SMA Muhammadiyah 1 Pekajangan Pekalongan
Dalam tulisan ini, saya ingin mengajak pembaca untuk melihat lebih dalam bagaimana teori psikologi sosial, seperti pengaruh sosial, identitas kolektif, dan persepsi publik, berperan dalam proses terpilihnya Mamdani.
1. Validasi Identitas Sosial (Social Identity Theory)
Zohran Mamdani, seorang calon yang muncul dari latar belakang yang tidak konvensional dalam politik Amerika, telah membawa semangat perubahan dalam kampanyenya.
Tidak hanya sebagai seorang politisi muda dengan ide-ide progresif, Mamdani mewakili generasi yang lebih sadar akan isu-isu sosial, ekonomi, dan rasial yang berkembang di New York City.
Dalam masyarakat yang semakin sadar akan ketidaksetaraan dan keadilan sosial, terpilihnya Mamdani menjadi simbol dari perubahan nilai yang sedang berlangsung.
Dalam psikologi sosial, kita tahu bahwa persepsi dan identitas sosial sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang berlaku dalam suatu komunitas atau masyarakat.
Masyarakat modern, terutama di kota-kota besar seperti New York, semakin menginginkan kepemimpinan yang mencerminkan keragaman, inklusivitas, dan kesadaran sosial.
Terpilihnya Mamdani tidak hanya mencerminkan keberhasilan individu, tetapi juga mencerminkan perubahan nilai dalam masyarakat New York itu sendiri, yang semakin menuntut keberagaman dalam representasi politik mereka.
Baca Juga:Smuhi Rayakan Milad ke-70, Ribuan Alumni Hadir Meriahkan Agenda AkbarMencari Katarsis di Tengah Riuh Demonstrasi – Pentingnya Social Support System bagi Masyarakat Indonesia
Kita semua mendefinisikan diri kita sebagian melalui kelompok tempat kita berasal: etnis, agama, usia, ideologi, dan bahkan lingkungan tempat tinggal.
Teori Identitas Sosial, yang dirintis oleh Henri Tajfel dan John Turner, menyatakan bahwa kita memiliki kebutuhan dasar untuk merasa bahwa kelompok kita (“in-group”) bernilai positif.
Selama puluhan tahun, banyak kelompok minoritas—baik itu imigran, Muslim, anak muda progresif, atau kelas pekerja—merasa menjadi “out-group” dalam narasi politik arus utama.
