Imbas PMK 81/2025, 25 Desa di Batang Gagal Cairkan Dana Desa Tahap II, Pembangunan Fisik Terancam Mangkrak

Imbas PMK 81/2025, 25 Desa di Batang Gagal Cairkan Dana Desa Tahap II, Pembangunan Fisik Terancam Mangkrak
DOK. Kepala Dispermades Batang, A. Handy Hakim
0 Komentar

RADARPEKALONGAN.ID, BATANG – Implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025 membawa dampak serius bagi tata kelola keuangan desa di Kabupaten Batang. Sebanyak 25 desa dipastikan gagal mencairkan Dana Desa (DD) tahap II untuk komponen non-earmark tahun anggaran 2025.

Penyebab utamanya adalah adanya pembatasan waktu (tenggat) pengajuan persyaratan yang secara otomatis tertutup oleh sistem pusat. Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dispermades) Kabupaten Batang, A. Handy Hakim, menjelaskan bahwa regulasi baru tersebut menetapkan batas akhir pengajuan pada 17 September 2025.

“Dari 248 desa di Batang, ada 25 desa yang tidak bisa mencairkan dana desa tahap II non-earmark. Ini karena adanya PMK 81 Tahun 2025. Dalam aturan itu disebutkan, desa yang belum memenuhi persyaratan per 17 September tidak bisa mencairkan tahap II,” kata Handy, Rabu (17/12/2025).

Baca Juga:DPRD Pekalongan Sidak SPPG Pakisputih, Temukan Sopir Makan Bergizi Gratis Tak Ber-SIM dan Berusia 63 TahunLampaui Target RPJMD dan Nasional, Skor PPH Kota Pekalongan 2025 Capai 97,17: Kualitas Pangan Makin Bergizi

Handy menyebut terbitnya aturan ini cukup mengejutkan pihak daerah. Pasalnya, komponen non-earmark merupakan dana fleksibel yang menjadi tumpuan utama desa untuk membiayai pembangunan infrastruktur, operasional desa, hingga pemberdayaan masyarakat hasil musyawarah desa.

Tanpa kucuran dana ini, pelaksanaan program pembangunan di puluhan desa tersebut kini terancam tidak optimal bahkan terhenti.

“Karena dana non-earmark ini biasanya untuk pembangunan fisik, operasional desa, dan pemberdayaan masyarakat yang tidak masuk dana earmark. Kalau tidak cair, tentu banyak program yang tertunda,” tegasnya.

Terkait upaya penanganan, Dispermades Batang mengungkapkan bahwa solusi saat ini masih bersifat darurat. Berdasarkan edaran tiga kementerian, desa diminta untuk memaksimalkan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) atau melakukan pengalihan pos anggaran lain yang tidak terpakai.

“Sampai hari ini solusi yang ditawarkan masih darurat, artinya belum ada solusi yang jelas. Karena desa diminta memaksimalkan sisa anggaran atau mengalihkan pos anggaran lain yang tidak terpakai,” imbuh Handy.

Kondisi ini dikhawatirkan akan mengganggu pelayanan publik serta kesejahteraan warga di desa-desa yang terdampak, mulai dari Kecamatan Bandar, Limpung, Tulis, hingga Banyuputih. Pihak Dispermades berharap adanya kebijakan diskresi atau penyesuaian regulasi dari pemerintah pusat agar hak desa tersebut tetap dapat direalisasikan. (fel)

0 Komentar