Oleh Arif Budiman
RADARPEKALONGAN.ID – Saya ingin memulai catatan kecil ini dengan cerita kelompok diskusi kami, yang pada akhirnya membawa saya pada kegelisahan intelektual atas tulisan Bung Karno dalam Suluh Indonesia Muda.
Desember tanggal 23 tahun 2025. Samping Student Center UIN KH Abdurrahman Wahid, kelompok diskusi kecil yang kami dirikan dengan nama Renaisans untuk kali yang pertama mengadakan suatu pertemuan yang mereview, menggali, mempertanyakan bahkan mempertimbangkan ulang atas gagasan buku-buku yang kami baca.
Dihadiri berbagai kalangan ciptaan tuhan, dari mulai angin dingin bercampur hujan yang ikut nimbrung sesekali kehadirannya bermaksud merintangi kami untuk melaksanakan “niat jahat” mencerdaskan kehidupan bangsa dan sudah barang tentu kehadiran beberapa manusia utamanya mahasiswa.
Baca Juga:DKP Kota Pekalongan Menjadi OPD Terinovatif Disusul RSUD Bendan dan BapperidaKota Pekalongan Berhasil Kembalikan 145 Anak Tidak Sekolah pada Tahun 2024
Salah seorang kawan yang juga nimbrung, menawarkan gagasan Bung Karno melalui buku Ideologi Sukarno, buah cipta Mutaya Saroh.
Ia menceritakan pandangan-pandangan Bung Besar di tahun Kebangkitan Nasional dan Pasca Kemerdekaan yang ada dalam buku tersebut.
Dari pandangan tentang ideologi Marxis yang bercokol dalam alam pikirannya, hingga pembacaan kritis atas gaya kepemimpinan Bung Besar yang otoriter.
Sehari selepas pertemuan tersebut, sebagai seorang yang turut terpesona oleh alam pikiran Bung Karno, saya mempertanyakan kembali, apa sebenarnya yang membuat gagasan yang ditulis hampir satu abad yang lalu (99 tahun), masih juga dibaca sampai sekarang?
Dimana letak keistimewaan tulisan Nasionalisme Islamisme dan Marxisme yang terbit pada Suluh Indonesia itu?
Segera, kegelisahan itu hendak saya sudahi dengan membuka kembali buku Di Bawah Bendera Revolusi jilid pertama, buku yang berada pada tumpukan paling bawah dari beberapa buku yang saya miliki, sudah cukup lama saya tak menjamah buku ini.
Tetapi pada waktu ini, saya tak ingin mereduksi buah pikiran atas pembacaan saya terhadap tulisan tersebut, saya lebih tertarik bagaimana kedalaman pengetahuan Bung Karno yang tercermin pada Artikel di Suluh Indonesia Muda.
Baca Juga:Kota Pekalongan Lolos Menjadi Kota Terinovatif Tingkat Nasional dalam Ajang IGA Kemendagri Tahun 2025Siswa SMA Muhammadiyah 1 Pekajangan Belajar Bahasa Inggris dengan Guru dari Kampung Pare
Artikel Nasionalisme Islamisme dan Marxisme ditulis Bung Karno pada tahun 1926, masa itu ia berusia kurang lebih 25 tahun.
Usia yang menurut Goenawan Mohamad “sedikit terlambat” dibanding Semaun, misalnya dalam usia 16 tahun sudah jadi Sekertaris Cabang Sarekat Islam di Surabaya.
