Atau barangkali juga Tan Malaka yang sudah aktif di usia 20 tahun, dan tak lupa Hatta di negeri Belanda yang dalam usia 23 tahun sudah memimpin Perhimpunan Mahasiswa.
Meski begitu, di usia yang tergolong terlambat, jiwa kepemimpinan Bung Karno sudah terlihat ketika ia menginisiasi terbentuknya Algemeene Studieclub di Bandung. Organisasi yang oleh Taufik Adi Susilo disebut sebagai cikal bakal PNI.
Lebih lanjut menurut Taufik Adi Susilo artikel Nasionalisme Islamisme dan Marxisme adalah bentuk keprihatinan Bung Karno atas perseteruan dalam tubuh Sarekat Islam pimpinan Agus Salim, dengan Sarekat Islam (Merah) pimpinan Semaun.
Baca Juga:DKP Kota Pekalongan Menjadi OPD Terinovatif Disusul RSUD Bendan dan BapperidaKota Pekalongan Berhasil Kembalikan 145 Anak Tidak Sekolah pada Tahun 2024
Dalam artikel tersebut Bung Karno menulis dengan analisis yang sungguh mendalam, yang setelah saya teliti dengan penuh kehati-hatian kedalaman tulisan tersebut tercermin tatkala ia mengutip 41 nama, dan 3 ayat quraan.
Tak heran jika setelah hampir satu abad lamanya (99 tahun), artikel Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme masih menjadi bahan kajian ilmiah, maupun obrolan ringan di ruang diskusi.
Padahal jika kita telisik lebih mendalam misalnya dalam tulisan Cindy Adams, kondisi penghidupannya tak begitu dimanjakan layaknya zaman sekarang.
Tinggal di indekos milik Tjokroaminoto di gang 7 Peneleh seharga 4 dollar sebulan, dengan kondisi kamar tanpa jendela yang membuat gelap sehingga memaksa ia belajar dalam kegelapan.
Meski begitu tak mematahkan semangatnya dalam mengembara ilmu, pengakuan Bung Karno dalam Cindy Adams misalnya menunjukkan bahwa ia rela meninggalkan dunia material dan pergi kedalam alam pikiran.
“Aku menyelam samasekali ke dalam dunia kebatinan ini. Dan di sana aku bertemu dengan orang-orang besar. Buah pikiran mereka menjadi buah pikiranku,” tutur Bung Karno.
“Aku berhadapan dengan Karl Marx, Friedrich Engels dan Lenin dari Rusia dan aku mengobrol dengan Jean Jacques Rousseau, Aristide Briand’ dan Jean Jaures ahli pidato terbesar dalam sedjarah Perancis. Aku meneguk-semua cerita ini. Kualami kehidupan mereka,” lanjut Bung Karno.
Baca Juga:Kota Pekalongan Lolos Menjadi Kota Terinovatif Tingkat Nasional dalam Ajang IGA Kemendagri Tahun 2025Siswa SMA Muhammadiyah 1 Pekajangan Belajar Bahasa Inggris dengan Guru dari Kampung Pare
“Aku sebenarnya adalah Voltaire. Aku adalah Danton pejuang besar dari Revolusi Perancis. Seribu kali aku menyelamatkan Perancis seorang diri dalam kamarku yang gelap,” tambah Bung Karno lagi.
