RADARPEKALONGAN.ID, DORO – Fenomena cuaca yang tidak menentu menghantam sektor perkebunan di Kabupaten Pekalongan. Para petani durian di Desa Rogoselo, Kecamatan Doro, kini harus gigit jari setelah hasil produksi mereka merosot tajam akibat curah hujan tinggi yang mengguyur saat masa pembungaan.
Padahal, komoditas durian merupakan tulang punggung ekonomi bagi sekitar 90 persen penduduk desa tersebut. Hujan deras yang datang tiba-tiba setelah kemarau panjang menyebabkan bunga durian rontok massal sebelum sempat berkembang menjadi buah, sehingga proses penyerbukan alami terganggu total.
Kepala Desa Rogoselo, Saronto, mengungkapkan bahwa kondisi ini merupakan faktor alam yang sulit dihindari meskipun para petani sudah berupaya melakukan perawatan maksimal pada pohon-pohon mereka.
Baca Juga:Penyelesaian Kawasan Kumuh, Pemkot Pekalongan Usulkan 5 Lokasi Penataan Jangka Menengah 2027-2029Waspada Penyakit Genetika, Dinkes Batang dan POPTI Gencarkan Edukasi Cegah Talasemia di Sekolah-Sekolah
“Banyak bunga yang rontok sebelum berkembang menjadi buah. Ini murni faktor alam yang sulit diantisipasi,” ujar Saronto saat ditemui di Kedai Durian Pak Lurah Rogoselo, Rabu (24/12/2025).
Produksi Hanya Tersisa 20 PersenSaronto memperkirakan hasil panen tahun ini merosot drastis hingga hanya tersisa sekitar 20 persen dari potensi normal. Hal ini menjadi pukulan telak bagi warga, mengingat sektor pertanian lain seperti padi dan kayu sengon sedang dalam kondisi tidak stabil.
Meski jumlah buah berkurang, Rogoselo tetap mempertahankan reputasinya sebagai sentra durian dengan kualitas jempolan. Keunikan durian Rogoselo terletak pada karakter rasa yang berbeda-beda di setiap pohonnya, sebuah kekhasan yang selalu diburu oleh para penikmat buah berduri ini.
“Kami tetap optimistis. Mudah-mudahan tahun depan hasilnya lebih baik dan durian Rogoselo bisa kembali menjadi penopang ekonomi desa,” pungkas Saronto.
Strategi Varietas Premium dan LokalSelain mengandalkan durian lokal yang sudah memiliki identitas kuat, Desa Rogoselo mulai melirik pengembangan varietas premium seperti Duri Hitam (Ochee), Bawor, dan Musang King. Varietas ini dipersiapkan untuk menyasar segmen pasar menengah ke atas dengan nilai jual yang lebih tinggi.
Namun, pemerintah desa menegaskan tidak akan meninggalkan durian lokal. Keberagaman jenis ini justru menjadi strategi bertahan bagi petani agar tidak bergantung pada satu varietas saja saat menghadapi fluktuasi pasar atau anomali cuaca.
