8 Standar Kehalalan Produk Kosmetika dan Penggunaannya menurut MUI, Yuk Disimak!

standar kehalalan produk kosmetik
Ilustrasi produk kosmetik. (freepik)
0 Komentar

RADARPEKALONGAN.ID – Tak dipungkiri, dewasa ini banyak bermunculan produk kosmetika baru, baik dari dalam maupun luar negeri.

Harga yang ditawarkan pun beragam. Ada yang murah, menengah, sampai yang mahal.

Namun, khusus bagi umat muslim, sudahkah memperhatikan apakah produk kosmetika tersebut halal? Baik itu dari segi bahan-bahannya, maupun penggunaannya?

Baca Juga:Coffee Morning Hybrid: Cara Lapas Pekalongan Tingkatkan Sinergitas InternalMUI Akan Perkenalkan Ukhuwah ala Indonesia ke Dunia Internasional

Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Komisi Fatwa MUI, sudah mengeluarkan Fatwa MUI Nomor 26 Tahun 2013 tentang Standar Kehalalan Produk Kosmetika dan Penggunaannya.

Terdapat 8 (delapan) hal yang perlu diperhatikan bagi seorang muslim dalam menggunakan kosmetik berdasarkan fatwa MUI di atas, yaitu:

Pertama, penggunaan kosmetika untuk kepentingan berhias hukumnya boleh dengan syarat tiga syarat, yaitu bahan yang digunakan halal dan suci, ditujukan untuk kepentingan yang dibolehkan secara syar’i, dan tidak membahayakan.

Perintah mengkonsumsi bahan yang halal termaktub dalam surah Al-Baqarah ayat 168, firman-Nya:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْن

Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu merupakan musuh yang nyata.”

Begitu pula, dalam sabda Rasulullah SAW, yaitu:

الْحَلَالُ بَيِّنٌ الْحَرَامُ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لَا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ فَمَنْ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ… (رواه مسلم)

Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas, dan di antara keduanya ada hal-hal yang musyta-bihat (syubhat, samar-samar, tidak jelas halal haramnya), kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya. Barang siapa hati-hati dari perkara syubhat, sungguh ia telah menyelamatkan agama dan harga dirinya…” (HR. Muslim).

Kedua, penggunaan kosmetika dalam (untuk dikonsumsi/masuk ke dalam tubuh) yang menggunakan bahan yang najis atau haram hukumnya haram.

Dalam salah satu kaidah fiqih disebutkan:

الأصل في الأشْيَاء النَّافِعَةِ الإبَاحَةُ، وفي الأشْبَاء الضَّارَّةِ الحُر مَة

Baca Juga:Angka Kriminalitas di Jateng selama 2022 Naik 10% Dibanding 2021Nataru, Vaksinasi Inklusif Kolaborasi Kemitraan Australia dan Komunitas Terus Berjalan

“Hukum asal mengenai sesuatu adalah boleh selama tidak ada dalil muktabar yang mengharamkanya.”

Ketiga, penggunaan kosmetika luar (tidak masuk ke dalam tubuh) yang menggunakan bahan yang najis atau haram selain babi dibolehkan dengan syarat dilakukan penyucian setelah pemakaian (tathhir syar’i).

Keempat, penggunaan kosmetika yang semata-mata berfungsi tahsiniyyat, tidak ada rukhshah (keringanan) untuk memanfaatkan kosmetika yang haram.

Kelima, penggunaan kosmetika yang berfungsi sebagai obat memiliki ketentuan hukum sebagai obat, yang mengacu pada fatwa terkait penggunaan obat-obatan.

0 Komentar