Abad Banser

Abad Banser
0 Komentar

Ketika Wapres KH Ma’ruf Amin membaca doa penutupan: kami masih di tengah jalan tol yang sama. Satu jam kemudian jalur paling kanan tol itu bisa bergerak. Pelan-pelan kami bisa sampai pintu keluar tol di dekat stadion. Tapi pintu itu ditutup. Kami harus melaju ke arah Porong/Malang.

Kami pun meninggalkan Sidoarjo tanpa mampir stadion. Toh acara sudah selesai. Toh saya sudah bisa mengikuti seluruh acara lewat HP. Memang layar HP itu kecil sekali. Atraksi Banser yang paling saya tunggu tidak tergambar terlalu jelas.

Yang terdengar sangat jelas adalah pidato ketua panitia satu abad NU: Menteri BUMN Erick Thohir. Dengan baju Bansernya.

Baca Juga:Main Game Bisa untuk Beli Makanan hingga Tiket Pesawat, Raih Airasia Points di BIGGIE WonderlandAwas, Cek Kondisi Kampas Rem Motor Anda, Berikut Tanda Jika Sudah Aus

Ia memang anggota Banser. Anggota beneran. Banser besertifikat. Bagi saya yang paling menarik adalah bagian akhir pidatonya: satu kalimat itu. Yang Anda juga pasti mengingat kalimat itu dan memperhatikan.

Tentu saya juga memperhatikan Ibu Megawati Sukarnoputri. Yang wajahnya sering tampil di layar. Yang kali ini, tumben, tidak pakai kerudung sama sekali.

Saya tidak bisa menebak makna ekspresi wajah Ibu Megawati Sukarnoputri kemarin pagi. Yakni saat beliau menyaksikan 12.000 personil Banser in action di stadion itu.

Ibu Mega, sebagai ketua umum PDI Perjuangan juga dikenal punya pasukan Merah-Hitam. Yang juga disebut Satgas Banteng. Saya pun berdoa di dalam hati: semoga Banser in action ini tidak menggerakkan hati Ibu Mega untuk juga mengadakan apel besar Satgas Banteng. Toh belum ada momentum 100 tahun.

Atraksi Banser memang terlihat sangat dominan di acara puncak satu abad NU ini. Mungkin penampilan Banser inilah yang paling diingat dari Satu Abad NU.

Urutan kedua: sosok yang membaca Alquran di awal acara. Bacaannya, lagunya dan kemerduan suaranya hebat sekali: Sayyid Zulfikar Basyaiban. Orang Sidoarjo.

Stadion ini terlalu kecil untuk perhelatan begitu besar. Kalau hanya dilihat di dalam stadion kesannya: kurang massal. Tribun keliling itu terlihat tidak banyak orang. Padahal sudah terisi penuh. Seandainya antara tribun dan pasukan Banser itu dibolehkan diisi 10.000 Nahdliyin kesan massalnya akan kuat.

0 Komentar