Arab Yahudi

Arab Yahudi
0 Komentar

Kami pun siap keluar kota. Ia minta saya membuat video gedung-gedung tinggi yang baru. Saya video juga wajahnya. Ia tertawa senang. Ia suka saya ambil video wajahnya. Saya suka memvideonya dengan alasan lain: kalau ada apa-apa punya rekam jejak seperti apa orangnya.

Ia menoleh terus ke pinggir jalan. Setiap terlihat ada orang jalan kaki mobil ia pelankan. Kaca dibuka. “Sharma! Sharma!“.

Oh, ia cari tambahan penumpang. Saya tidak mempersoalkannya. Dua kursi di belakang kosong. Tidak satu pun yang ke jurusan Sharma.

Baca Juga:Urus Surat Keterangan Tidak Pernah Sebagai Terpidana tak Harus ke Pengadilan, Bisa Dilakukan di MPP BatangSoroti Kasus ‘Durian Celeng’, Pengamat Universitas Al Azhar: Pemkab Batang Terkesan Lemah!

Mobil belok kanan. Lalu belok kanan dua kali lagi. Lho ini kan terminal tadi. Ia turun dari mobil. Semua orang ia tawari apakah mau ke Sharma.

Nihil. Tidak juga dapat tambahan penumpang. Maka mobil dipacu ke arah luar kota. Jalan di kota ini lebar-lebar. Kanan kirinya bangunan baru. Trotoarnya juga cukup untuk jejer lima berjalan kaki. Di pemisah jalan ditanami bunga. Kanan kiri jalan dihiasi pohon kurma. Kota ini kecil tapi bersih dan tertata. Penduduknya 500.000 jiwa.

Sampailah mobil ini di jalan layang interchange yang memutar gagah dan tinggi. Di atas jalan layang itu ada satu lelaki berjalan kaki. Sendirian. Selebihnya sunyi.

“Sharma?” teriak pak tua kepada pejalan kaki itu.

“¢®§~£,” jawabnya. Rupanya ia menyebut satu nama tempat di depan sana.

“Khamsa riyal,” ujar lelaki tua di belakang kemudi. Tidak ada dialog. Lelaki itu membuka pintu belakang. Naik ke mobil. Lumayan, dapat tambahan 5 riyal.

Sepuluh menit kemudian lelaki itu minta berhenti. Turun. Wow. Kalau jalan kaki jauh juga. Apalagi menjunjung barang berat.

Lelaki itu turun begitu saja. Ngeloyor. Tanpa membayar. Melihat itu pemilik mobil hanya menggerakkan bahu sedikit. Tidak menagih. Lalu tancap gas. Tidak ada raut kecewa sedikit pun. Tidak juga menggumam. Apalagi ngomel.

“Baik juga orang tua ini,” pikir saya dalam hati.

Baru kira-kira dapat 20 km ia mencoba mengejar satu mobil di depan. Ternyata ia mau bicara dengan mobil itu. Sambil sama-sama melaju. Saya tidak paham pembicaraan itu. Tapi saya paham maksudnya: apakah mobil itu juga menuju Sharma.

0 Komentar