Bagaimana Hukumnya Muslim Menjaga Gereja, Ini Jawabannya?

<strong>Bagaimana Hukumnya Muslim Menjaga Gereja, Ini Jawabannya?</strong>
Dua anggota Banser sedang menjaga gereja dari gangguan keamanan dan ketertiban.(Radarpekalongan.id/jatim.nu.or.id)
0 Komentar

JAWA TIMUR, Radarpekalongan.id – Setiap akhir tahun, pengamanan lingkungan kian ditingkatkan. Hal tersebut lantaran mobilitas warga demikian padat. Yang juga kerap dilakukan Barisan Ansor Serbaguna atau Banser adalah dengan menjaga geraja. Bagaimana hukum seorang muslim menjaga gereja? Berikut penjelasannya, sebagaimana dikutip di web Jatim.nu.or.id.

Memang, di antara yang ramai diperdebatkan publik adalah persoalan sikap salah satu ormas yang diminta oleh aparat terlibat dalam pengamanan gereja. Persoalan ini bisa disebut sebagai perdebatan tahunan yang tak akan ada habisnya. 

Daripada ikut tergerus arus dengan mengkritik atau mendukung keputusan ormas ini hanya dengan pandangan pribadi, alangkah baiknya jika mengetahui dalil dasar tentang bagaimana sebenarnya hukum menjaga gereja. 

Baca Juga:Nabi Muhammad SAW Pernah Menerima Hadiah Natal, Begini Ceritanya?Hukum Memasuki Gereja Menurut Pendapat Imam Madzhab

Mengundang PerdebatanMenjaga gereja adalah persoalan yang debatable, sebagian kalangan mengarahkan bahwa menjaga gereja merupakan wujud i’anah alal ma’siyat (membantu terjadinya suatu kemaksiatan). Sebab menurut mereka, dalam upaya menjaga gereja  terdapat peran menyukseskan terjadinya hal yang tidak dibenarkan menurut ajaran Islam. Benarkah logika demikian? 

Menjaga gereja pada saat natal atau perayaan-perayaan hari raya non-Muslim sebenarnya sangat tidak elok jika hanya menilai dari satu sudut pandang saja yaitu membantu terselenggaranya acara non-muslim. Bahkan penilaian demikian dianggap salah, karena tanpa dijaga oleh ormas atau aparat kepolisian pun, acara ritual non-muslim ini tetap akan berjalan dengan semestinya sehingga penjagaan bukan merupakan pemicu terjadinya kemaksiatan. 

Hal ini seperti yang dijelaskan dalam Buhuts wa Qadhaya Fiqhiyyah Mu’ashirah sebagai berikut:  

 أن الإعانة على المعصية حرام مطلقا بنص القرآن, أعني قوله تعالى: ولا تعاونوا على الإثم والعدوان. وقوله تعالى:فلن أكون ظهيرا للمجرمين. ولكن الإعانة حقيقة هي ما قامت المعصية بعين فعل المعين ولا يتحقق إلا بنية الإعانة أو التصريح بها أو تعيّنها في استعمال هذا الشيء بحيث لا يحتمل غير المعصية

Artinya: Membantu terjadinya maksiat adalah perbuatan yang haram secara mutlak dengan berlandaskan nash Al-Qur’an, yaitu: Janganlah kalian tolong-menolong terhadap dosa dan permusuhan. Dan firman Allah: Aku sekali-kali tiada akan menjaadi penolong bagi orang-orang yang berdosa. Tetapi membantu terjadinya maksiat secara hakiki adalah berupa perbuatan yang membuat maksiat terjadi dengan perantara perbuatan orang yang membantu, dan hal ini tidak akan wujud kecuali dengan adanya niatan membantu terjadinya maksiat atau perbuatannya secara jelas ia sampaikan bahwa termasuk upaya membantu terjadinya maksiat atau perbuatannya hanya tertentu untuk digunakan maksiat, sekiranya tidak ada indikasi perbuatan lain selain maksiat. (Lihat: Muhammad Taqi bin Muhammad Syafi’ Al-‘Utsmani, Buhuts wa Qadhaya Fiqhiyyah Mu’ashirah, halaman: 360). 

0 Komentar