Oleh : Dahlan Iskan
PUN di tengah sikut-sikutan capres-cawapres, Bintang Rakyat-nya tetap Presiden Jokowi. Presiden dianggap menjadi orang yang paling mendengarkan aspirasi rakyat kecil di daerah miskin.
Di tengah memuncaknya persilatan calon presiden, Pak Jokowi justru ke pedalaman Lampung. Sekadar melihat jalan rusak.
Itu bukan jalan rusak biasa. Jalan rusak pasti banyak. Di mana-mana. Tapi tidak seperti jalan rusak di Lampung. Viralnya bukan main.
Baca Juga:Sakura HaitangKasus Kekerasan Seksual Anak di Batang Menjadi Perhatian Mensos Risma
Sudah nasib baik jalan rusak di Lampung: mendadak terkenal. Sampai dilihat sendiri oleh seorang presiden.
Sebenarnya bukan sekadar karena jalan rusak itu diunggah ke medsos. Tapi hanya karena terjadi ”kecelakaan” di medsos.
Yang mengunggah jalan rusak pasti banyak tapi yang sampai menikmati ”kecelakaan” hanyalah jalan di Lampung.
Seandainya unggahan medsos tersebut dibiarkan begitu saja tidak akan menarik perhatian. Masalahnya unggahan itu dijadikan perkara di polisi. Seorang pengacara Lampung mengadukan si pengunggah ke polisi. Si pengunggah dianggap melakukan tindak pidana: penghinaan terhadap rakyat Lampung. Lalu dianggap melanggar UU ITE.
Keruan saja pembelaan kepada si pengunggah datang bagai badai. Dukungan datang dari sejagad medsos. Materi yang disampaikan oleh si pengunggah adalah benar: khususnya soal jalan rusak. Rakyat Lampung tahu itu. Melihat itu. Mengalami sendiri tersiksanya di jalan rusak itu. Bertahun-tahun pula.
“Provinsi Dajjal,” koar si pengunggah di TikTok-nya. Sebagai anak muda asli Lampung si pengunggah sudah amat jengkel. Kampungnya di jalan rusak itu. Sejak ia sekolah di SD sudah rusak. Ketika ia sudah mahasiswa juga masih rusak. Tambah berat.
“Provinsi Dajjal”.
Kata ”dajjal” itulah yang membuat si pengacara merasa dirinya dianggap bagian dari dajjal. Lalu membuat pengaduan ke polisi. Tapi mungkin saja si pengacara ingin membela gubernur Lampung. Atau ingin mengambil hati gubernur Lampung. Si pengacara, Gindha Ansori, memang orang dekat gubernur. Ia juga pengacara sang kepala daerah.
Baca Juga:Tangan AtasRazia Agama
Sebenarnya Gindha bukan pengacara abal-abal. Ia termasuk sedikit pengacara yang lurus. Ia juga mantan aktivis pergerakan. Tapi seluruh-lurus orang pernah juga berjalan di jalan rusak. Ia salah ”membaca” medsos. Dengan sikapnya itu si jalan rusak justru menjadi korban teraniaya. Sudah rusak teraniaya pula.