Istilah ‘Durian Celeng’, muncul saat para sopir dan masyarakat membeli durian di kawasan Exit Tol Kandeman Batang. Durian yang dijual para pedagang, biasanya sudah diikat dengan jumlah tertentu yang dibanderol dengan harga Rp50 ribu-Rp100 ribu. Namun sayangnya, durian-durian tersebut kebanyakan tidak bisa dikonsumsi, mulai dari buah yang masih mentah, tidak manis, hingga buah yang tidak berisi.
Celeng sendiri dalam bahasa Jawa artinya adalah babi hutan atau babi liar. Kata Celeng adalah bentuk umpatan warga yang merasakan kekecewaan luarbiasa.
“Celeng itukan babi ya mas, jadi kalau kita emosi yang berlebihan, biasanya akan mengumpat dengan istilah celeng,” ujar salah satu pengemudi truk yang enggan menyebutkan namanya.
Baca Juga:Bahagia SejahteraNekat Timbun Puluhan Ribu Pil Koplo, Segini Keuntungan Pemuda Asal Batang
“Jadi ketika ada orang bilang ‘Durian Celeng’, artinya dia kecewa membeli buah durian itu,” jelasnya lagi.
Dari pantauan di lapangan, ada banyak para pedagang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan setengah baya berdiri di traffic lights yang ada di tengah pertigaan Jalan Pantura, dan interchange Kandeman Jalan Tol Trans Jawa.
Terkadang mereka saling berebut untuk menjajakan durian yang dibawa saat ada mobil atau pengendara roda dua berhenti. Satu pedagang, biasanya akan membawa 1 hingga dua tenteng paket durian berbagai ukuran. “Malu kita mas, semoga pemerintah sigap dan jangan sepele dengan masalah ini, karena nama baik daerah benar-benar tercoreng lho,” pungkasnya.