Hati-Hati Alami Low-Effort Syndrome! Intip 4 Tips Kurangi Kebiasaan Kerja “yang Penting Selesai”

Low-effort syndrome, usaha minimal hasil asal-asalan
Low-effort syndrome, usaha minimal hasil asal-asalan. (Sumber: freepik.com)
0 Komentar

Low-effort syndrome mengacu pada kecenderungan untuk mengerahkan usaha seminimal mungkin atau bahkan tidak berusaha sama sekali, baik dalam olahraga, pekerjaan, sekolah, dan aspek kehidupan lainnya.

Carol S. Dweck, Ph.D, dalam bukunya yang berjudul Mindset menuliskan sebuah topik yang menarik, yakni tentang low-effort syndrome yang dialami oleh banyak orang. Sindrom ini umumnya menyerang mereka yang memiliki mindset tetap saat mengalami masa transisi, sepeti anak-anak menuju remaja.

Sejatinya, kesuksesan adalah tentang proses belajar. Sebagaimana manusia yang dilahirkan untuk bergerak menuju perkembangan selanjutnya.

Baca Juga:Rahasia di Balik Jabat Tangan yang Tak Banyak Orang TahuMemiliki Fungsi Berbeda, Ini 3 Jenis Pikiran dalam Diri Manusia

Seorang bayi belajar dan berkembang setiap harinya. Mereka tidak takut untuk gagal atau terjatuh. Mereka tidak berpikir bahwa berjalan itu adalah hal yang menakutkan dan akan menimbulkan luka jika terjatuh. Yang mereka pedulikan adalah terus mencoba hingga mencapai keberhasilan.

Akan tetapi, seiring dengan usia yang beranjak, seseorang mulai mengembangkan pola pikir atau keyakinan tentang kemampuan mereka. Beberapa orang tumbuh dengan rasa takut tidak dianggap pintar dan mampu, sehingga mereka mulai menolak tantangan. Fenomena inilah yang bermula sebagai akar munculnya low-effort syndrome.

Untuk bisa terhindar dari low-effort syndrome dan mampu memaksimalkan usaha untuk hasil yang optimal, kamu perlu menyimak tips berikut ini.

Ingat, Meminimalkan Usaha Hanya Membawa Kebahagiaan Semu

Ketika berada di bangku sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, meminimalkan usaha mungkin bukanlah masalah besar. Guru masih memberi pemakluman dan menghargai usaha meski sedikit. Sebaliknya, orang akan merasa senang karena waktunya tidak terkuras banyak untuk berusaha dan bisa menggunakannya untuk bersenang-senang dan bermain dengan teman.

Akan tetapi, ketika sampai di bangku perkuliahan hingga dunia pekerjaan, mempertahankan low-effort syndrome merupakan persoalan yang sangat besar. Pemakluman dan kelonggalan yang sebelumnya didapat, cenderung akan memudar dan digantikan dengan penilaian yang lebih objektif.

Dosen akan memberikan penilaian apa adanya terhadap hasil kinerja, dan dengan usaha yang minimal, tentu hasil yang diperoleh akan asal-asalan.

Kentara bahwa mengerjakan sesuatu seminimal mungkin hanya memberikan keberhasilan dan kebahagiaan semu. Sementara ketika berada di dunia yang lebih luas, kesukaranlah yang akan terus menyambut.

0 Komentar