Lama Atheis, Laurence Brown Akhirnya Takluk Setelah Bayinya Selamat dari Ambang Kematian

Lama Atheis, Laurence Brown Akhirnya Takluk Setelah Bayinya Selamat dari Ambang Kematian
Salah satu testumoni Dr Laurence Brown tentang perjalanannya menemukan Islam. Foto diambil dari tangkapan layar di kanal Youtube Digital Mimbar.
0 Komentar

RADARPEKALONGAN.ID – Mungkinkah seorang manusia benar-benar bisa menjadi atheis, sebenar-benarnya tidak mempercayai adanya Tuhan? Untuk menjawab soalan ini, ada baiknya menyimak kisah Laurence Brown, seorang dokter bedah yang seumur hidupnya menghabiskan waktu untuk menolak (konsep) Tuhan, meski akhirnya taluk oleh keangkuhannya sendiri.

Meski tidak sedikit orang-orang yang mendeklarasikan dirinya sebagai atheis, di mana sebagian di antaranya adalah para ilmuwan, tetapi tidak sedikit pula kalangan yang menyangsikan. Bahkan sosok pendiri Jaringan Islam Liberal (JIL), Ulil Abshar Abdalla, dalam sebuah tulisannya menyebut atheisme bukanlah sebuah sikap ilmiah.

Menurut Ulil, banyak orang memilih atheis karena pengalaman masa lalunya yang diliputi kemarahan kepada agama, dan lainnya. Ilmuwan atheis menuding konsep tentang Tuhan tidak ilmiah karena tak bisa dibuktikan secara empirik. Tetapi pada saat yang sama, dia lupa bahwa pandangannya telah mencampuradukan yang ilmiah dengan metafisik. Kalau sejak awal Tuhan dipandang sebagai hal yang metafisik, di luar nalar manusia, lantas kenapa perlu pembuktian ilmiah. Aneh gak sih gaes?

Baca Juga:Pengaruh Lingkungan Sekitar untuk Pengembangan Kreatifitas Anak Usia DiniTetap Tenang dan Waspada, Aktivitas Gunung Dieng Masih Terkendali

Sudahlah, pembahasannya terlalu berat, terlalu filosofis. Kita ambil yang ringan-ringan saja ya gaes. Anggap saja kamu seorang yang tak percaya Tuhan, sering pula berkumpul dengan orang-orang yang menolak Tuhan. Mungkin saat ririungan dengan mereka yang seatmosfer ini, kamu juga tidak jarang mengolok-olok Tuhan.

“Ngapain capek-capek percaya dan mengenal Tuhan, lantas menyembahnya setiap waktu. Wong kita ini bisa ngurusi hidup kita sendiri kok, nggak perlu Tuhan.”

Sekarang bayangkan kamu dan teman-teman satu cyrcle -mu itu tengah di dalam pesawat jet yang canggih dan mewah. Di ketinggian sekian ribu kaki, sambil menyesap wyne produksi 1982 yang mahal itu, kamu juga masih mem- bully Tuhan, menertawakannya.

Tetapi beberapa menit setelahnya, pesawat jet mengalami turbulensi hebat karena menabrak gumpalan awan. Co-Pilot pun mengumumkan pesawat situasi darurat, karena satu mesin pesawat rusak. Tak cukup itu, Co-Pilot menyampaikan kabar buruk berikutnya: pesawat mengalami gagal mesin dan segera terjatuh.

0 Komentar