Lebaran Ipin

Lebaran Ipin
Dahlan Iskan, Azrul Ananda (depan kiri), dan Isna Fitriana (dua dari kiri) saat dijamu Bupati Trenggalek M. Nur Arifin (Ipin). disway.id
0 Komentar

Cucu Pak Iskan melihatnya lain. “Songkok itu punya fungsi lain,” katanya.

Sang cucu mengenal lebih baik Cak Ipin. Ada hubungan sesama Bonek. Sang cucu adalah presiden Persebaya yang entah diizinkan mundur atau tidak. “Kopiah itu sekalian untuk menutup rambutnya,” katanya lantas tertawa ke arah Ipin.

Itu bukan gurau. Bupati Ipin memang berambut panjang. Dicat pula. Khas anak muda masa kini.

Baca Juga:Libur Lebaran 2023, Kunjungan Wisata Pantai Jodo MembludakLebaran Prabowo

Tapi di Lebaran ini saya tidak melihat rambut panjang itu. Pun ketika kopiah Bung Karno-nya agak digeser. Terlihat bekas cukuran. “Saya sekarang gundul,” kata Cak Ipin.

Sejak kapan?

“Sejak hari kanker nasional kapan itu,” tambahnya.

Di acara itu, Ipin melihat seorang istri merawat suami yang lagi sakit parah. Padahal sang istri juga lagi sakit kanker. Kepala sang istri gundul. Ia menangis dalam hati: istri yang sakit masih merawat suami yang sakit. Lalu ia menggundul rambut panjangnya.

Bupati Ipin pandai sekali manarasikan persoalan rumit. Bicaranya lancar seperti kereta cepat Tiongkok.

“Dari mana belajar pandai berbicara?” tanya saya.

“Lho saya dulu kan penjual panci,” jawabnya spontan.

Ipin memang matang ditempa oleh keadaan: ayahnya meninggal ketika umur Ipin baru 16 tahun. Masih di SMAN 6 Surabaya. Ia anak pertama dari tiga bersaudara. Ia langsung harus mengambil alih usaha orang tua: jualan panci. Direct selling.

Setelah usaha tertata, Ipin kuliah. Tapi pikirannya terus di panci. Ia bahkan bikin pabrik panci di Trenggalek, kampung asal bapaknya.

Dalam berdagang panci, ia punya prinsip yang beda sekali: tidak mau pasang iklan. Juga tidak mau jualan online. Dasar pikirannya: agar tidak cepat ditiru pabrikan besar, terutama Tiongkok. Itulah kiatnya bertahan dari serbuan barang Tiongkok.

Merek pancinya: Tin. Diambil dari nama ibunya. Kuat. “Saking kuatnya banyak yang dipakai mengeduk pasir,” kelakarnya. Ia tidak peduli pancinya dipakai apa saja. Yang penting terjual.

Baca Juga:Setengah LebaranSafari Tsinghua

“Di LHKPN, saya terlihat punya banyak sekali mobil. Tapi kalau dilihat secara detail tidak ada yang bermerek,” guraunya. Itulah mobil-mobil pikap sebagai armada direct selling panci.

0 Komentar