PEKALONGAN, RADARPEKALONGAN.ID – Dalam rangka menguri-uri budaya, DPC PDI Perjuangan Kota Pekalongan menampilkan pagelaran seni budaya berupa Tari Sintren, bertempat di Kantor DPC setempat, baru-baru ini.
Tari Sintren ini sendiri diketahui merupakan tari khas berasal dari pesisiran, mulai dari Pekalongan, Batang, Pemalang, hingga Tegal.
Tarian ini dibawakan sejumlah gadis penari dari Sangar Saloka Kota Pekalongan. Mereka dengan mengenakan riasan dan kostum yang sangat menarik, berlenggak-lenggok dan mengenakan kacamata hitam di depan warga yang hadir.
Baca Juga:Persyaratan Mendaftar SIPSS Polri 2023 yang Wajib DipenuhiPendaftaran SIPSS Polri 2023 Telah Dibuka, Catat Jadwalnya!
Penampilan para penari muda ini pun mendapat sambutan antusias dari seluruh yang hadir.
Sebelumnya, sejumlah penari lainnya juga menampilkan tarian batik dan satu tarian tradisional lainnya.
Selain menampilkan tarian, kegiatan yang digelar dalam rangkaian HUT ke-50 PDI Perjuangan ini juga menampilkan seni musik akustik. Para hadirin yang menyaksikan acara ini juga disuguhi beragam jajanan pasar.
Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Pekalongan Agung Satria Hermawan menuturkan dirinya sengaja menampilkan seni budaya, salah satunya tari Sintren, adalah dalam rangka nguri-uri seni budaya luhur Indonesia.
“Tujuan kita adalah mempersatukan Nusantara dengan budaya. Dengan budaya kita bersama, dengan budaya kota bisa mengerti latar belajang kita, keadiluhuran bangsa Indonesia. Budaya Nusantara unilah yang harus selalu kita kedepankan. Persatuan dan kesatuan melalui nilai-nikai budaya,” kata pria yang juga anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah dari Fraksi PDI P ini.
Agung menambahkan, gencarnya budaya asing yang masuk ke Indonesia, ditambah dengan gencarnya kemajuan teknologi, jangan sampai memgikis kepedulian anak bangsa Indonesia terhadap budaya bangsa sendiri. Budaya asing tersebut bisa kita cegah dengan budaya kita.
“Siapa lagi yang akan mempertahankan seni dan budaya kita kalau bukan anak-anak bangsa kita sendiri. Budaya kita memiliki nilai yang sangat tinggi yang harus turun temurun dilestarikan. Jangan hanya berhenti di kakek buyut kita, bapak ibu kita. Kalau bisa, anak cucu kita pun harus tahu dan mengenal budaya Nusantara, budaya lokal. Dengan menjunjung budaya Nusantara, insyaallah kita bisa membatasi budaya-budaya asing,” imbuh Agung Satria. (way)