Manusia itu jika semakin luas pemikirannya, maka akan semakin sedikit ingkarnya pada manusia.Maka tidak ada orang yang paling syafaqah (welas asih) terhadap ummat melebih orang-orang Alim yang mendalam ilmunya.”[KH Baha’uddin Nur Salim]
“Tantangan Dakwah Wasathiyyah itu ada 3:
1. Berlebihan dalam beragama (إفراط/غلو/تشدد في الدين). Salah satu contohnya dalam Pendidikan Tahfidh Al Qur’an adalah: membebani santri target-target hafalan yang berlebihan, karena hal tersebut bisa menyebabkan bosan dan patah semangat (الملل) dalam menghafalkan Al-Qur’an. Saya termasuk orang yang yakin bahwa menghafal Al-Qur’an itu tidak perlu dimotivasi, sebab penghafal Al-Qur’an itu sudah dimotivasi langsung oleh Allah SWT.
2. Menganggap remeh urusan agama (تفريط في الدين). Dhawuh Syekh Sulaiman Taimiy: لوجمعت رخصة كل عالم، لجمعت الشر كله
Andaikata engkau mengumpulkan semua rukhshah orang alim, maka niscaya engkau mengumpulkan semua keburukan.3. Bodoh dalam Hal Agama (جهل في الدين). Jangan sampai kita mengajarkan tahfidh Al Qur’an kepada santri, tetapi kita tidak mengajarkan fiqih, aqidah, dan dasar-dasar agama kepada mereka. Jadi Hafidz yang Alim, jangan jadi Hafidz yang Jahil. Jika kita adalah seorang yang Hafidz Qur’an, jangan sampai memandang orang lain yang tidak menghafal Al-Qur’an sebagai orang yang derajatnya ada di bawah kita. Manusia itu dicintai bukan karena hafalannya, tetapi karena kiprah dan manfaatnya pada masyarakat. Ada Hafidz yang malah dibenci masyarakat, karena sifatnya yang angkuh, merasa lebih baik dari orang lain. Maka menyelamatkan hati mereka jauh lebih penting bagi saya.
Baca Juga:Amalkan 1 Hari 1 Asmaul HusnaMeriahkan Hari Guru, Siswa Lomba Menulis Nama Guru
Tugas utama seorang Ahlul Qur’an itu ada dua:1. Mau mengajarkan Al Qur’an (وعلّمه)
2. Mampu menjadi cahaya di masyarakatnya dengan mengamalkan Al Qur’an (نورا يمشي به في الناس)[Kiai Afifuddin Dimyathi Peterongan Jombang]
“لا بدّ للطالب أن يكون قارءا وعالما. وبالتالي، يحتاج إلى علوم القرآن والعلوم الشرعية.
“Hendaknya seorang murid itu memang harus menjadi seorang yang Qari’ (mampu membaca Al Qur’an secara baik dan benar) dan juga Alim (mendalam ilmunya). Oleh karenanya, membutuhkan ilmu-ilmu Al Qur’an dan juga Ilmu-ilmu Syari’at. (Pengajian Al Qur’an harus ditopang dengan Pengajian Kitab-kitab Turats).[Syekh Mahir Munajjid Syria]
“Menghafalkan Al-Qur’an itu Fadhal Allah. Dan hendaknya kita menghafalkan Al-Qur’an itu harus mampu membacanya sesuai Makhraj Sifatnya, dan juga secara Tartil. Jangan kemliwir (baca cepat tidak jelas Makhraj Tajwidnya). Maka di Pondok (Tahfidh Nurul Qur’an), saya menerapkan dalam ngejuz (membaca satu Juz Al Qur’an satu majlis sebagai tahapan kenaikan kelas Juz) itu waktunya tidak boleh kurang dari 60 menit. Tujuannya, ya bacaannya biar Tartil, tidak kemliwir. Sebab ini problem kita bersama. Banyak Hafidz Qur’an yang ketika membaca Al Qur’an, entah karena pengen cepat khatam, malah menjadi tidak Tartil.