Sidang Lanjutan Pemalsuan Merek Sarung, PH Terdakwa Hadirkan Ahli Hukum Pidana pada Kasus Ferdy Sambo

Ahli hukum pidana
PN Pekalongan meminta keterangan seorang Ahli Hukum Pidana, pada persidangan kasus dugaan pemalsuan merek, Senin (5/6/2023). (Wahyu Hidayat/Radar Pekalongan)
0 Komentar

PEKALONGAN, RADARPEKALONGAN.ID – Pengadilan Negeri (PN) Pekalongan kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan pemalsuan merek sarung Gajah Duduk, pada Senin (5/5/2023).

Agenda sidang yang dipimpin Hakim Ketua Salman Alfarasi ini adalah mendengarkan keterangan Saksi Ahli Hukum Pidana yang dihadirkan Penasehat Hukum (PH) Terdakwa. Saksi Ahli yang dihadirkan kali ini adalah Dr. Sholehuddin, S.H., M.H., seorang Ahli Hukum Pidana dari Universitas Bhayangkara.

Di awal keterangannya, Ahli Pidana yang juga pernah menjadi Saksi Ahli a de charge bagi Ricky Rizal dalam kasus Ferdy Sambo ini menjelaskan tentang Pasal 100 ayat (1) UU No 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Pasal inilah yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Terdakwa pada perkara ini, dengan Subsidair Pasal 100 ayat (2).

Baca Juga:Ikuti Program Magang di PN Pekalongan, Mahasiswa FH Unikal Dapatkan Materi Keadvokatan dari PERADIGangster Bersenjata Tajam Berulah di Pekalongan, 3 Warga Jadi Korban

Menurut Sholehuddin, pengenaan pasal tersebut terlebih dahulu harus memenuhi unsur deliknya terlebih dahulu. Yakni, terkait dengan hak terhadap merek. “Delik intinya itu tanpa hak, maka ini yang harus dibuktikan terlebih dulu,” kata Sholehuddin.

Delik Aduan

Ahli Hukum Pidana tersebut menjelaskan pula bahwa pasal tersebut merupakan delik aduan. Dalam ketentuan hukum, delik aduan bersifat khusus yakni laporan tindak pidana hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang dirugikan.

Jika perorangan, maka orang yang merasa dirugikanlah yang melakukan pengaduan. Sedangkan jika perusahaan atau PT, maka harus pihak yang bertanggung jawab di perusahaan atau PT dimaksud.

Kedaluwarsa

Selain itu, delik aduan memiliki masa kedaluwarsa. Sedangkan menurut Pasal 74 ayat (2) KUHP, masa kadaluarsa atau kedaluwarsa untuk mengajukan pengaduan adalah enam bulan setelah seseorang yang berhak mengadu tersebut mengetahui perbuatan sudah dilakukan, dalam hal ini jika ia berada di Indonesia.

Jika sudah kedaluwarsa, maka mengakibatkan gugurnya hak untuk menuntut secara hukum.

Terhadap penjelasan Ahli tersebut, PH Terdakwa, Suryono Pane, kemudian menanyakan tentang pengaduan yang dilakukan pada Januari 2023. Sedangkan tindak pidana yang dilaporkan atau diadukan itu adalah pada Maret 2022, berdasarkan bukti yang diserahkan pelapor ke penyidik.

0 Komentar