Simak Ini, 7 Adab Calon Jamaah Haji menurut Imam Al-Ghazali

Simak Ini, 7 Adab Calon Jamaah Haji menurut Imam Al-Ghazali
Jemaah haji di Kakbah. Disway.id
0 Komentar

Termasuk bila dirinya bertugas menjalankan ibadah haji orang lain, maka niatkan membantu dan memudahkan sesama muslim menggugurkan kewajibannya. Sehingga jika harus mengambil upah, ambillah upah itu sebatas untuk memungkinkan dirinya menjalankan kebutuhan ibadah haji.

Apalagi terkait dengan wasiat untuk dihajikan, syariat memandangnya sebagai hal yang istimewa. Hal itu ebagaimana yang pernah disampaikan Rasulullah saw:

يُدْخِلُ اللهُ سُبْحَانَهُ بِالحَجَّةِ الْوَاحِدَةِ ثَلَاثَةً اَلْجَنَّةَ اَلْمُوَصِّي بِهَا وَالْمُنْفِذُ لَهَا وَمَنْ حَجَّ بِهَا عَنْ أَخِيْهِ

Artinya, “Allah akan memasukkan tiga golongan ke surga dengan sekali haji: orang yang meninggalkan wasiat untuk dihajikan, orang yang menjalankan wasiat itu, dan orang yang berhaji untuk saudaranya,” (HR Al-Baihaqi).

Baca Juga:Zaytun RobinTingkatkan Popularitas Website, Hyundai Ajak Media Pahami Teknik SEO

KEDUA, seorang calon jamaah haji haruslah mempersiapkan bekal secukupnya dan memperbaiki hati dalam memberikan serta membelanjakannya tanpa disertai kekikiran dan sikap berlebihan.

Pergunakanlah perbekalan secara sederhana. Namun, hindari pula perilaku bersenang-senang dan makan makanan yang enak-enak dan bermewah-mewahan dalam berpakaian. Namun sebaliknya, perbanyaklah memberi dan berbagai rezeki.

Menurut Al-Ghazali, tidak termasuk sikap berlebihan. Karena menggunakan bekal untuk perjalanan haji sama dengan menginfakkannya di jalan Allah. Sementara satu dirham yang diinfakkan di jalan Allah dibalas dengan tujuh ratus dirham.

KETIGA, jamaah haji harus meninggalkan ar-rafats, al-fusuq dan al-jadal, sebagaimana yang dibicarakan Al-Qur’an. Al-rafats merupakan kata umum yang mencakup segala perkataan sia-sia, keji, dan kotor.

Termasuk di dalamnya perbuatan bersenda gurau atau membicarakan hubungan suami-istri. Sementara membicarakan hubungan suami-istri merupakan perbuatan yang dilarang karena mendorong kepada hal terlarang. Perkara yang memicu kepada hal yang dilarang adalah dilarang.

Al-fusuq merupakan kata umum yang mencakup semua keadaan yang keluar dari ketaatan kepada Allah. Kemudian, al-jadal adalah berlebihan dalam permusuhan dan pertengkaran dengan hal-hal yang dapat menyebabkan kedengkian dan perpecahan, serta meruntuhkan budi pekerti yang baik.

Sufyan As-Tsauri menuturkan, “Siapa saja yang melakukan ar-rafats, maka rusaklah hajinya.” Pantas jika Rasulullah saw. menjadikan tutur kata yang baik dan berbagi makanan sebagai kriteria haji yang mabrur.

Baca Juga:Muncul Banyak Kasus Kekerasan Seksual di Batang, Bupati : Tidak Ada Penetapan Status Batang Darurat Cabul!Duta Sheila On 7 Bagikan Resep Sederhana Keharmonisan Rumah Tangga Selama 20 Tahun, Apa Saja Ya

Sementara dalam sabda Rasulullah saw. disebutkan, tiada balasan haji yang mabrur kecuali surga.

اَلْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةَ

Artinya, “Haji mabrur itu tidak ada balasan untuknya selain surga.”

0 Komentar