Terlanjur Gede Rasa dengan Tuhan

Terlanjur Gede Rasa dengan Tuhan
Jangan merasa dekat dengan Tuhan, apalagi sampai gede rasa atau Ge Er dengan Tuhan. Sumber foto: https://www.mitratoday.com/
0 Komentar

RADARPEKALONGAN.ID – “Braaak….”. Suara benturan cukup keras menyita banyak orang di sekitarku. Sebagian orang segera berlari ke sebrang jalan. Sebuah becak ambruk, sepertinya terserempet mobil. Aku yang baru saja keluar dari minimarket, pun ikut-ikutan menghampiri. Benar saja, becak itu ambruk ke depan. Di timur jalan, sebuah mobil Toyota Fortuner menepi. Sepertinya mobil inilah yang menyerempet becak.

Aku mendekat. Ternyata benturannya cukup keras. Entah terserempet atau tertubruk, nyatanya badan becak nyungsep ke depan, posisi roda belakang nungging ke atas. Sembilan puluh derajat. Sementara penumpangnya ikut keambrukan becak. Yang cukup tragis ternyata si abang becak, atau lebih tepatnya tukang becak, karena usianya kutaksir sudah di atas kepala lima. Dia terpelanting dua tiga meter ke samping.

Kuamati lebih dekat dari balik becak. Sambil berusaha membantu warga lain yang ingin menurunkan badan becak. Sosok perempuan STW bangkit dari dalamnya sambil sedikit tertatih dan wajah yang memucat-tegang. Aku memandangnya dengan kasihan. Wajahnya cukup cantik, meski usianya tak lagi muda. Kulihat lebih jelas wajahnya, tapi…..

“Wah, ini bukannya ibu-ibu yang tadi di minimarket”

Baca Juga:Ngeri! Dana Hasil Tambang Ilegal Diduga Mengalir ke Parpol, Nilainya Rp 1 Triliun LebihTak Hanya Menanam, Kodim Batang Pantau Intensif Perkembangan Demplot Cabai

Aku masih antre di depan kasir sebuah minimarket waralaba yang sangat ekspansif itu. Satu orang di depanku tengah menyelesaikan pembayaran di depan kasir. Melihat tumpukan barangnya, aku cuma bisa menghela nafas. Sesaat ketika orang di depanku tinggal menunggu struk pembayaran, sosok perempuan menyelonong dari belakang. Tanpa beban, dia langsung memberikan satu pack tisu kering ke kasir. “Ini berapa, mba?

Huft, dadaku mendadak berkontraksi. Nafas sedikit tersengal. “Mbok ngantre, apa susahnya, berapa lama sih?” batinku.

“Sebelas ribu lima ratus,Ibu,” jawab Kasir. Perempuan ini langsung mengeluarkan dompet. Dari belakangku, muncul perempuan lebih muda, menyodorkan barang lainnya. Mungkin anaknya.

Perempuan ini seumuran STW, mungkin sekitar 45 an atau menjelang 50, Tampilannya cukup modis, wajahnya terawat make up, cantik. Pastilah orang kaya. Paling tidak, bukan miskin. Tapi masa, cantik-cantik tak mau antre, kan jadi ga respek kitanya.

Padahal, aku sudah antre lama. Pun belanjaanku tak lebih dari lima belas ribu perak, Cuma jajanan untuk anak bontot.

0 Komentar