Ssst… Ucapan Sepele Itu Bisa Membekas Seumur Hidup

ucapan sepele yang membekas seumur hidup
Sebelum bicara, perlu di pertimbangkan dampaknya bagi orag lain. (Foto: gencil.news)
0 Komentar

Sejurus berikutnya, Teguh pun mengumpulkan jawaban soalnya ke meja guru. Tidak lama, sang guru berdiri di depan kelas sambil menenteng beberapa buku siswanya. Ekspresinya tampak serius dan menegang. “Kenapa soal seperti ini saja kalian nggak bisa menyelesaikan. Semua jawaban kalian salah, kecuali satu siswa yang benar. Mana Teguh?”

“Saya, Bu Guru,” timpal Teguh.

“Ya, cuma jawaban Teguh yang benar, yang lain salah!”

Sontak, seisi kelas pun gaduh. Bukan hanya karena jawaban mereka salah, termasuk anak-anak yang jago matematika. Tetapi lebih dari itu mereka bingung, kenapa justru jawaban Teguh seorang yang benar. Tanpa komando, seisi kelas pun bertepuk tangan sambil mengelu-elukan nama Teguh, meski dengan citarasa sedikit menyangsikan. “Wah, Teguh mimpi apa semalem, bisa hebat gini.” Begitu celetuk siswa di bangku belakang yang disambut gelak tawa.

Teguh pun sambil cengengesan menengok ke belakang, lantas menjulurkan tangannya dengan bahagia.”Thank’s ya Mad, thank you banget.”

Baca Juga:Alhamdulillah, Per November Realisasi Pajak di Batang Sudah Tembus Rp113,7 miliarKasihan, Gegara Talud Jebol, Warga 5 Desa di Kendal Harus Terdampak Polusi TPA

Teguh mungkin teramat bahagia, bagaimana mungkin ia yang sering tak dianggap para guru, kini menjadi satu-satunya siswa yang mampu menyelesaikan kuis soal matematika dengan benar. Tetapi Teguh tak pernah tahu, bahwa aku jauh lebih bahagia dari dia. Paling tidak inilah wujud perlawananku terhadap label bodoh yang disematkan guru matematika di kelas satu dulu.

Cerita ini bukan apa-apa, tidak lebih dari sebuah pengalaman kecil di masa lalu. Tetapi kalaupun ada yang harus di-underline, tidak lain adalah soal dahsyatnya dampak dari sebuah labeling. Pak guru yang mengatai saya bodoh itu tentu saja sudah lupa dengan insiden kecil ini, tetapi tidak dengan saya yang harus menanggung kenangan buruk itu sampai saat ini, mungkin seumur hidup. Tentu saja saya telah sejak lama memaafkan sang guru. Tetapi untuk melupakan, agh, sepertinya sulit.

Setiap kata-kata yang meluncur dari mulut kita, mungkin teramat mudah terkubur dalam tumpukan isi kepala. Tetapi apa yang dikatakan dan kepada siapa kata-kata ditujukan, kita tak pernah benar-benar mampu mengontrolnya. Bahkan meski ungkapan kita tidak lebih dari jokes pengisi obrolan, jika ada indikasi melabeli negatif, bisa saja ia akan abadi dalam ingatan yang mendengarnya. Ya, ia membekas seumur hidup di hati mereka.

0 Komentar