Berikutnya ada Prasasti Sojomerto di Kecamatan Reban, yang sesuai pembacaan ahli, jejak arkeologis Kabupaten Batang yang satu ini diketahui menggunakan aksara campuran Jawa Kuno dan Pallawa, berbahasa Melayu Kuno, berasal dari sekitar abad VII M. Prasasti ini pun menyebutkan nama seorang tokoh penganut Dewa Siwa bernama Dapunta Selendra, yang disebut Boechari dalam penelitiannya sebagai pendiri Wangsa Syailendra yang berkuasa di Pulau Jawa dan Sumatra, pendiri Mataram Kuno. Dari ini diperkirakan telah lahir cikal bakal kerajaan sekitar awal abad VII M. Hal ini juga didukung temuan yoni dan arca Selaraja di Desa Deles, Kecamatan Bawang, yang diyakini merujuk pada Syialendra.
Berikutnya, jejak arkeologis Kabupaten Batang juga ada Prasasti Blado beraksara Jawa Kuno, sekitar tahun 700 M, berisi tentang sebuah daerah perdikan (sima) atau wilayah bebas pajak sebagai hadiah dari Raja. Prasasti ini memberi petunjuk soal adanya institusi politik bercorak Hindu yang telah awal di pesisir utara Jawa Tengah. Institusi politik ini lebih tua usianya dari Kerajaan Mataram Kuno yang dibangun Sanjaya, yang berdasarkan Prasasti Canggal baru terjadi di tahun 732 M. Pun Prasasti Canggal (732 M) belum menyebut wilayah perdikan, sehingga bisa disimpulkan bahwa institusi di wilayah Pantai Utara Jawa Tengah telah berkembang lebih awal dari kawasan pedalaman Jawa Tengah bagian selatan.
Jejak arkeologis Kabupaten Batang lebih tua ditemukan di Rejosari, Kecamatan Tersono, yakni Arca Wisnu yang sesuai ciri ikonografis diperkirakan berasal dari abad V-VI Masehi.
Baca Juga:Pasca Pandemi, Kasus Gangguan Jiwa Naik jadi 2.726
Sementara dugaan terkait jalur proses Indianisasi dengan pintu masuk Kabupaten Batang juga bisa didukung penemuan Arca Ganesha di Deles, Kecamatan Bawang, yang berlokasi di Candi Silembu pinggir jurang Kaliputih yang berhulu di Gunung Prau, dekat Dieng. Ini juga menjadi jejak arkeologis Kabupaten Batang yang penting.
Diketahui, Dewa Ganesha diyakini sebagai Dewa pengahancur rintangan, sehingga umumnya ditempatkan di daerah yang berbahaya. Maka di masa lalu dimungkinkan para peziarah yang hendak ke Dieng bisa rehat dan melakukan ritual kepada Dewa Ganesha di Candi Silembu.