“Peninggalan cagar budaya kita amat banyak, khususnya jejak arkeologis Jawa Kuno, sehingga upaya inventarisasi dan dokumentasii amat mendesak dilakukan,” tandasnya.
Selain mendorong dibentuknya Tim Ahli Cagar Budaya, sebagaimana direkomendasikan BPCB Jateng, Batang Heritage juga berharap ada upaya untuk melindungi benda-benda berharga yang menjadi jejak arkeologis Jawa Kuno itu agar tak hilang atau rusak. “Tapi karena membangun museum itu mahal dan menuntut pengelolaan yang baik, maka kami justru mendorong sebuah kawasan menjadi living museum melalui pendekatan community development. Artinya, masyartakat setempat juga perlu dilibatkan dan diberdayakan, itu bisa menjadi potensi destinasi wisata yang edukatif,” jelasnya.
Gagasan itu sebetulnya sudah dilakukan Batang Heritage seperti lewat kegiatan “Nyadran Gunung” di Silurah, salah satu jejak arkeologis Jawa Kuno di Batang, juga di Kalipucang. Khusus Sojomerto, mereka bersama pemerintah desa juga pernah merekomendasikan penataan kawasan prasasti ke pemda, beberapa tahun lalu, tapi belum terrealisasin karena berbagai kendala.
Baca Juga:[CERPEN] Pasar Malam[PUISI] Kisah Cinta Senja dan Malam
“Mumpung Pemkab sedang gencar mempromosikan wisata, sejumlah kawasan situs itu bisa ditata untuk menjadi destinasi living museum. Kami dari Batang Heritage atau komunitas lainnya tentu siap untuk membantu,” pungkasnya. (sef)