Houtman menginsafi betul situasinya, bahwa kondisi orang-orang yang sedang mendapat kedudukan tinggi, memiliki kekayaan, kewenangan, dan atau sejenisnya, selalu rentan untuk menindas, bersewenang-wenang terhadap yang di bawah. Maka pengalamannya dilibas petugas Kamtib justru melahirkan tekad kuat, bahwa kalau kelak Allah menganugerahkan kesuksesan untuknya, dia ingin berlaku sebaliknya: memanusiakan manusia-manusia yang tak beruntung.
Dialog ketiganya, pun berlangsung saat dia sedang meratapi barang dagangannya yang berjatuhan. Tiba-tiba, teman-teman seperjuangan yang selama ini hidup susah bersama di jalanan datang dan membantu merapihkan barang-barangnya yang tercecer. Saat itu juga Houtman merasa orang-orang kecil lah yang memerdulikan nasibnya yang kepayahan.
Insiden itu tentu saja cukup memukul semangatnya yang tengah merintis usaha. Tapi Houtman tak patah arang. Dia justru kian termotivasi untuk menjadi sukses. Setiap kali istirahat di kolong jembatan, dia selalu mengamati mobil-mobil mewah yang melintas di hadapannya. Pemandangan yang kian menggairahkan mimpinya menjadi orang sukses. Orang kaya yang bisa naik mobil mewah, punya banyak uang, dan kedudukan terpandang.
Baca Juga:Puisi Hujan Agus WidionoMau Trip Jejak Arkeologis Jawa Kuno, Yuk Wisata ke Batang
Lagi-lagi, motivasinya untuk sukses bertambah. Houtman kian serius mengirimkan surat lamaran ke banyak perkantoran di Jakarta. Suatu waktu, pemandangan orang gila yang mondar mandir di dekat rumah mencuri perhatian Houtman. Badannya lusuh, rambutnya awut-awutan, pakaiannya penuh koyak. Di tengah kesulitannya berjuang di ibukota, Houtman ternyata tak menutup mata. Dia memutuskan menghadiahi orang gila itu dengan sepasang baju, sabun, plus sisir.
Padahal, di lemarinya, Houtman hanya memiliki tiga stel pakaian. Tetapi kondisi sulit tak menyurutkan kepeduliannya.
Tetapi siapa sangka, keajaiban datang setelah peristiwa tersebut. Orang gila yang ditolongnya adalah washilah, menjadi jalan atau pintu pembuka suksesnya. Tepat tiga hari setelah kejadian itu, surat panggilan kerja pun datang. Tak kepalang tanggung, yang mengundang adalah sebuah bank terkemuka dunia asal Amerika, The First National City Bank (Citibank). Meski hanya diterima sebagai office boy, Houtman girang bukan main. Impiannya untuk bekerja di kantoran, terlebih di sebuah perusahaan ternama dengan kantor megah, akhirnya kesampaian.