radarpekalongan.id – Jakarta — Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim konsisten menyuarakan akan pentingnya pendidikan untuk bisa menjawab tantangan krisis iklim.
“Untuk menghadapi tantangan dunia terbesar saat ini, yaitu perubahan iklim, kita memerlukan gotong royong dari para ilmuwan, insinyur, aktivis, dan masih banyak pihak untuk bersama bergerak mencari solusi dengan cepat,” ujarnya dilansir dari laman kemdikbud.
Nadiem menambahkan, bahwa tantangan krisis iklim adalah multidimensi dan multidisiplin di masa depan. Sehingga membutuhkan pemikiran kolektif serta peran aktif termasuk dari para generasi muda dan anak-anak.
Baca Juga:Stevano, Difabel Inspirasi Anak Muda Lewat Comeback StrongerIndustri Perfilman Indonesia Semakin Banyak Ruang
Hal itu, mengingat kesuksesan Indonesia dalam memimpin Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 tahun 2022, termasuk di dalamnya Kelompok Kerja Pendidikan (Education Working Group), sebagai bukti nyata kepemimpinan Indonesia di kancah global. Momentum itu harus dimaknai sebagai langkah awal bagi Indonesia untuk melanjutkan kiprah inovasi dan kepemimpinannya.
Pemerintah Indonesia sendiri melalui pemilihan tema KTT G20 “Recover Together, Recover Stronger” membawa tiga isu prioritas, yaitu infrastruktur kesehatan global, transformasi digital, dan transisi energi. Isu mengenai transisi energi ini sangat relevan karena tantangan dunia menghadapi dampak krisis iklim. Apalagi, Pemerintah Indonesia saat ini menargetkan pengurangan 41 persen jejak karbon pada 2030, dan target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.
Sejalan dengan imbauan Mendikbudristek, inovasi-inovasi nyata karya anak bangsa untuk menangani krisis iklim semakin terakselerasi cepat. Berbagai upaya nyata muncul dari insan pendidikan, mulai dari tingkat SMK, perguruan tinggi vokasi, juga perguruan tinggi akademik dalam mendukung upaya penanganan krisis iklim yang berkelanjutan dengan penerapan prinsip green economy di dalamnya. (*)