Radarpekalongan.id – Sunat, atau khitan, atau dalam bahasa medis disebut dengan sirkumsisi, merupakan tindakan membuang sebagian atau seluruh kulit penutup bagian depan kelamin.
Tindakan sunat umum dilakukan pada anak laki-laki. Namun, ada masyarakat yang melakukan sunat pada anak atau perempuan.
Sunat bagi perempuan ini pun masih menjadi kontroversi.
Sebagian menganggap sunat perempuan itu tidak manusiawi. Sebagiannya lagi menganggap kalau itu tuntunan dari budaya dan agama.
Baca Juga:Syarat Utama Desain Masjid Menurut Munichy B Edrees, Sang Ketua Dewan Juri Sayembara Ide Desain Masjid Ikonik Pekalongan BaruMuhammad Thamrin Butuh Waktu 3 Minggu Selesaikan Desain Masjid ‘Selendang Batik’
Lantas, bagaimana dengan pandangan dari medis atau dokter terhadap adanya sunat bagi perempuan ini?
Melansir dr. Ireska T. Afifa dalam artikelnya di laman Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dengan narasumber dr. Rosalina Dewi Roeslani, Sp.A(K), menyebutkan bahwa tidak ada rekomendasi medis untuk melakukan tindakan sunat pada bayi perempuan.
Untuk diketahui, sunat pada perempuan ini biasanya dilakukan dengan memotong atau melukai sedikit kulit penutup (prepusium) klitoris.
Secara anatomis, tidak semua anak perempuan mempunyai prepusium yang menutupi klitoris maupun saluran kemih.
Sehingga, sunat dinilai tidak perlu dilakukan pada bayi perempuan.
Merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), pada tahun 2010 Kemenkes pernah mengeluarkan Permenkes Nomor 1636/Menkes/PER/XI/2010 mengenai Sunat Perempuan.
Permenkes tersebut memberikan panduan mengenai prosedur pelaksanaan sunat perempuan dalam dunia medis.
Hanya saja, seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran dan pertentangan atas Permenkes tersebut, pada tahun 2014 Kemenkes mengeluarkan Permenkes Nomor 6 Tahun 2014.
Baca Juga:‘Selendang Batik’ Juarai Sayembara Ide Desain Masjid Ikonik Pekalongan BaruPegawai Rutan Pekalongan Ikuti Kursus Pembina Pramuka Mahir Tingkat Dasar
Permenkes yang baru ini mencabut Permenkes No 1636/Menkes/PER/XI/2010, sehingga tidak berlaku lagi.
Dalam Permenkes yang baru, disebutkan bahwa “sunat perempuan hingga saat ini tidak merupakan tindakan kedokteran karena pelaksanaannya tidak berdasarkan indikasi medis dan belum terbukti bermanfaat bagi kesehatan”.
Kemudian, di beberapa negara di dunia, sunat pada bayi perempuan dikerjakan sebagai Mutilasi Genital Perempuan (Female Genital Cutting/Mutilation – FMG).
Ada beberapa tipe FMG sesuai dengan klasifikasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), yaitu mulai dari melukai, menusuk, atau menggores klitoris atau prepusium, atau membuang sebagian atau seluruh klitoris, atau membuang seluruh klitoris dan sebagian atau seluruh labia minor, hingga memotong seluruh klitoris dan seluruh labia minor dan mayor dan menyisakan saluran kemih saja, seluruhnya tanpa indikasi medis.