Tindakan FMG terutama dilakukan di Afrika, sebagai bentuk kepatuhan terhadap budaya lokal setempat.WHO dan Persatuan Dokter Obstetri dan Ginekologi Dunia (the International Federation of Gynecology and Obstetrics) menolak seluruh jenis FMG dan menyebut tindakan tersebut sebagai “praktik medis yang tidak diperlukan, yang memiliki risiko komplikasi serius dan mengancam nyawa”.
Persatuan Dokter Anak Amerika (American Academy of Pediatrics – AAP), juga melarang seluruh anggotanya melakukan tindakan ini, untuk alasan di luar medis.
FMG dianggap mengancam nyawa karena terdapat banyak pembuluh darah di daerah kemaluan perempuan sehingga memiliki risiko perdarahan yang hebat.
Baca Juga:Syarat Utama Desain Masjid Menurut Munichy B Edrees, Sang Ketua Dewan Juri Sayembara Ide Desain Masjid Ikonik Pekalongan BaruMuhammad Thamrin Butuh Waktu 3 Minggu Selesaikan Desain Masjid ‘Selendang Batik’
Kebanyakan praktik FMG dilakukan secara ilegal, menyebabkan meningkatnya risiko infeksi akibat praktik medis tidak steril.
Selain itu, perempuan yang mengalami FMG juga akan mengalami ketidaknyamanan dalam melakukan hubungan seksual yang dapat menyebabkan efek samping jangka panjang.
Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) tidak merekomendasikan sunat perempuan dalam arti pemotongan klitoris.
Hanya saja, pada keadaan tertentu seperti terdapatnya selaput di klitoris, dapat dilakukan pembukaan selaput tersebut.
Dari sisi medis, belum ada penelitian berbasis bukti untuk mendukung tindakan rutin sunat pada perempuan. Risiko perdarahan yang besar dan kemungkinan menyebabkan kerusakan pada daerah genital perempuan menyebabkan prosedur ini tidak rutin dilakukan oleh banyak organisasi kesehatan dunia.
“Bagi para orang tua, ingatlah untuk selalu berkonsultasi dengan dokter anak sebelum melakukan sunat pada bayi perempuan,” tutup dr. Ireska.
(credit foto: Image by peoplecreations on Freepik)