SEMARANG,Radarpekalongan.id – Munculnya aksi terorisme dilatarbelakangi pemahaman yang sempit. Makanya sangat tidak mungkin alumni pesantren Nahdlatul Ulama terlibat aksi terorisme terus melakukan pengeboman.Demikian disampaikan Sekretaris Pimpinan Wilayah (PW) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Jawa Tengah, H. Dr. Fahsin Muhammad Faal dalam acara dalam Training Moderasi Beragama Bagi Ormas Pemuda di Gedung Majlis Taklim Nahdlatul Ulama Kota Semarang.“Karena cara pandang kita sangat luas. Jadi sangat tidak mungkin alumni pesantren Nahdlatul Ulama terlibat aksi terorisme terus melakukan pengeboman,” ucapnya.Islam di Indonesia, lanjut Gus Fahsin tersebar dengan cara yang damai, tidak ada pertumpahan darah, tidak ada klaim diri yang paling benar. “Islam yang adaptatif terhadap budaya, tidak ada sejarah Islam di Nusantara ini disebarkan dengan menghunus pedang, pertumpahan darah. Islam disebarluaskan melalui budaya, perdagangan, perkawinan dan sebagainya,” ujarnya.Oleh sebab itu, Gus Fahsin menilai pola dakwah Islam yang ramah sebagai sebuah warisan luhur yang patut dilestarikan. Gerakan ekstrimisme, menurutnya dibangun dengan cara-cara yang menyentuh hati sehingga seseorang tergerak untuk berjihad.Untuk itu dia meminta agar para pemuda melakukan gerakan yang menyentuh hati masyarakat, “Gerakan-gerakan kontranarasi ini harus kita bangun di tengah masyarakat, sehingga bisa memberikan pemahaman bahwa ini lho yang bener, mereka salah,” tandasnya.Meski demikian, dia menekankan adanya faktor lain dari munculnya radikalisme-terorisme seperti ekonomi, politik dan sebagainya.Sementara, Ketua PC GP Ansor Kota Semarang, Abdur Rahman mengatakan gerakan ekstrimisme radikalisme-terorisme merupakan persoalan eksistensi diri. Dia menilai hal itu senagaimana berbagai bentuk tradisi Arab era Jahiliyyah untuk menunjukkan bahwa dirinya superior.“Untuk membuat dirinya kuat dan superiror, maka melakukan sesuatu yang ingin menunjukkan dirinya yang paling kuat, superior. Tradisi inilah yang dilawan oleh Nabi Muhammad dengan penegasan innama bu’itstu liutammima makarimal akhlaq, bahwasanya aku (Nabi Muhammad) diutus (Allah) untuk menyempurnakan akhlaq,” ujarnya.Dia menyebut doktrin radikalisme dengan teks-teks keagamaan. Gerakan itu menggunakan dalil Al-Qur’an dan Hadits sebagai bahan provokasi. Hal inilah yang memicu emosi negatif atau nafsul lawwamah.Training Moderasi Beragama Bagi Ormas Pemuda merupakan kegiatan kerja sama antara GP Ansor Jawa Tengah dengan Universotas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang. Untuk itu, Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Kependidikan UIN Walisongo, Dr. Rikza Chamami mengapresiasi kegiatan tersebut.Menurutnya, Training Moderasi Beragama Bagi Ormas Pemuda sangat bermanfaat dalam memberikan arah gerakan menjaga islam yang moderat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, “Bagaimana kita menjadi generasi muda, wabil khusus Gerakan Pemuda Ansor ini,” katanya.Mewakili Rektor UIN Walisongo, dirinya juga berharap kegiatan kebersamaan antara UIN Walisongo dengan GP Ansor Jawa Tengah tidak berhenti pada kegiatan ini, “Monggo sareng-sareng dengan kami apa yang bisa kita sinergikan,” ucapnya. (dur/pcnu kota semarang.com)