Sejenak aku termenung, kepalaku tak habis pikir ketika dia mengatakan rangkaian kalimat terakhirnya. Aku setelahnya tak menjawab apa-apa, hanya kedua mataku yang menatap kecewa pria yang juga sama kecewanya.
Jika kau suka, kenapa kau pergi, pikirku.
Lalu dia sungguh-sungguh pergi dengan tanpa aku sadar, surat yang dia katakan akan diserahkan kepada seseorang itu jatuh ke bawah etalase toko.
Kini semua itu tinggal bercak-bercak memori yang tak pernah lagi terulang. Maksudku, jika memang seperti itu, mengapa tak aku lupakan Pendi dan segala hiruk-pikuk cinta dan kenangannya.
Apakah sesulit itu untuk melupakan?
Baca Juga:Puisi-puisi Aris SetiyantoSoal Banjir Kendal, Bupati: Butuh Keterlibatan Pusat dan Provinsi
“Dan apakah sesulit itu untuk membuka surat ini?” kata diriku yang lain.
“Jika memang tak bisa melupakan, maka harus aku hilangkan rasa penasaran.”
Aku lalu menyobek amplop itu dan membaca untaian kata yang tertulis.
Kepada Mawar,
Kutuliskan salam perpisahan dalam surat ini… (*)