157 Korban Banjir di Kabupaten Pekalongan Masih Ngungsi, Ini 3 Lokasi Pengungsiannya

157 Korban Banjir di Kabupaten Pekalongan Masih Ngungsi, Ini 3 Lokasi Pengungsiannya
Eri Fistiasih (40), warga Desa Pacar, Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan, menyuapi anaknya saat di lokasi pengungsian di musala Dupantek, 3 Januari 2023. (Hadi Waluyo)
0 Komentar

KAJEN,Radarpekalongan.id – Ratusan korban banjir di Kabupaten Pekalongan hingga Minggu (8/1/2023) masih bertahan di lokasi pengungsian. Pasalnya, banjir di wilayahnya belum juga surut.

Berdasarkan data dari BPBD Kabupaten Pekalongan, pada 8 Januari 2023, pukul 07.00 WIB, ada 157 korban banjir yang ngungsi. Mereka tersebar di tiga lokasi pengungsian. Yakni di gedung Kopindo di Kelurahan Bener Kecamatan Wiradesa sebanyak 70 pengungsi, 50 pengungsi di SD Karangjompo, dan 37 pengungsi di Masjid Ibnu Quba di Desa Jeruksari.

“Hingga pagi ini masih ada 157 warga yang ngungsi. Mereka dari beberapa desa di Kecamatan Tirto karena hingga saat ini banjirnya belum surut. Kondisinya paling utara di pesisir, sehingga butuh waktu lebih lama agar surut,” kata Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Pekalongan Budi Raharjo, Minggu (8/1/2023).

Baca Juga:Banjir Tak Kunjung Surut, Korban Banjir di Pekalongan Datangi Gedung DewanBisa jadi Masakan Lezat, Ini 14 Manfaat Bunga Pepaya untuk Kesehatan

Dikatakan, agar banjir di wilayah pesisir cepat surut, pemkab akan menambah pompa air. Pompa itu pinjaman dari BBWS Jawa Tengah. “Pompa yang ada berfungsi semua. Rencana besok, Senin, DPU mau nambah pompa dari BBWS. Salah satu upaya untuk mengatasi banjir di Kecamatan Tirto utara tahun ini pemkab akan bangun rumah pompa di Tirto,” terang dia.

Banjir di wilayah pesisir Kabupaten Pekalongan, terutama di Desa Pacar, Kecamatan Tirto, dinilai kian parah dari tahun ke tahunnya. Dulu banjir lima tahunan. Sekarang banjir tahunan. Di wilayah Pacar, banjir akibat rob dan meluapnya Sungai Bremi.

Eri Fistiasih (40), warga Desa Pacar, mengaku ia dan keluarganya sempat ngungsi di masjid Dupantek. Pada pesta malam tahun baru lalu, banjir di desanya setinggi 1,2 meter. Padahal biasanya ketinggian air paling selutut orang dewasa. “Banjir sekarang semakin parah. Dulu banjir lima tahunan. Sejak tahun 2010-an, banjir datangnya setahun sekali,” kata dia.

Saat banjir kian membesar, ia hanya bisa menyelamatkan dokumen penting seperti ijazah dan dokumen penting lainnya. Alat-alat elektronik yang sudah diamankan di atas tempat tidur, ikut terendam air.

“Padahal kamar sudah diganjal kursi plastik, masih do klelep. Dokumen-dokumen penting sudah diselamatkan dulu seperti ijazah, akta, dan lainnua. Untuk barang-barang elektronik seperti tv, kulkas, angkat tangan. Baju, perkakas dapur, semuanya klelep. Ini paling parah dibandingkan sebelumnya. Tahun lalu banjir sepuyuhan, kali ini sedada,” ungkap dia. (had)

0 Komentar