Dengan meningkatnya kepedulian terhadap kesehatan mental, maka semakin terbuka pula pandagan orang-orang akan penyebab serta resiko dari kesehatan mental.
Sudah banyak video serta artikel yang menjeaskan mengenai masing-maisng jenis gangguan kesehatan mental ringan hingga berat. Namun, dengan luasnya jaringan internet, banyak orang-orang menyalahgunakan, atau mungkin, tidak paham dengan infromasi yang ditampilkan, sehingga berujung pada self diagnosis.
Apa itu Self Diagnosis?
Self diagnosis adalah upaya untul melabel diri sendiri terjangkit suatu penyakit tanpa diagnosis resmi dari tenaga kesehatan perofesional. Self diagnosis juga dilakukan hanya dengan berbekal informasi-informasi dari internet, video, dan kata teman yang tidak kredibel.
Baca Juga:Waspada! Empty Love Awali Kehancuran HubunganMindfulness: Trik Rawat Stres untuk Pikiran yang Lebih Fresh
Pada kasus self diagnosis gangguan mental, berarti individu itu melabel diri mereka sendiri mengidap suatu ganguan kesehatan mental tanpa adanya diagnosis dari psikeater.
Kesalahpahaman Self Diagnosis Gangguan Mental
Banyak persepsi dari individu yang melakukan self diagnosis menyamakan kejadian-kejadian sepele atau perasaan yang mereka rasakan sebagai gejala dari gangguan mental. Misalnya:
- Depresi tidak sama dengan rasa sedih karena dibentak atasan.
- Anxiety attack tidak sama dengan rasa gugup sebelum interview kerja.
- ADHD tidak sama dengan kelakuan hiperaktif dan petakilan.
- Panic attack tidak sama dengan rasa takut karena melihat kecoak terbang.
- OCD tidak sama dengan kebiasaan mengatur barang seteratur dan serapih mungkin.
- Bipolar tidak sama dengan mood yang naik turun.
- Psikopat tidak sama dengan kesukkan menonton film sadis.
- Anti sosial berbeda dengan introvert.
- Dan masih banyak lagi…
Mengapa Seseorang Melakukan Self Diagnosis?
Alsannya bisa dari ketidaktahuan hingga cari perhatian dan justifikasi. Berikut beberapa alasan mengapa orang melakukan self diagnosis:
- Infodemi. Banyaknya informasi yang tidak memiliki dasar ilmiah akan berisiko menyesatkan.
- Ingin tahu. Keingintahuan yang belum tercukupi membuat orang-orang mencari tahu gejala-gejala serta ciri dari gangguan kesehatan.
- Takut mencari bantuan profesional. Stigma dari masyarakat, biaya, malu, membuat sebagian orang lebih memilih untuk melakukan self diagnosis.
- Justifikasi. Beberapa orang ada juga yang menggunakan gangguan mental sebagai alasan untuk membenarkan kelakuan mereka yang cenderung melanggar norma dan dipandang tidak biasa di masyarakat.
- Tren. Belakangan ini, gangguan jiwa dipandang sebagai hal yang berbeda, keren, dan estetik.