RADARPEKALONGAN.ID – Tanggal 14 Januari selalu selalu menjadi tanggal yang monumental bagi masyarakat Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah. Pasalnya 77 tahun lalu, atau 14 Januari 1946, gabungan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang baru dibentuk, para ulama atau dikenal pasukan berhenggot, serta rakyat Kumai, Kotawaringin Barat sukses menggagalkan upaya agreasi Belanda melalui strategi gerilya.
Peristiwa ini dikenal dalam sejarah sebagai Pertempuran 14 Januari atau disebut juga Pertempuran Kumai. Peristiwa ini masih satu bagian dari gejolak yang mengancam kedaulatan Indonesia pasca kemerdekaan 17 Agustus 1945, akibat Belanda yang sepertinya gagal move on dari pesona nusantara. Dengen modus membonceng Nederlandsch Indië Civiele Administratie (NICA), pasukan Belanda melancarkan agresi ke sejumlah wilayah Indonesia, tak terkecuali Kumai.
Kabar ini langsung direspon seluruh elemen rakyat Kumai dengan menyiapkan perlawanan. Mereka terdiri dari TKR yang dipimpin Komandan TKR Abdul Aziz Syamsudin, para ulama Kumai yang dikenal sebagai pasukan berjenggot, Kesultanan Kotawaringin Barat, serta rakyat Kumai yang didominasi milisi-milisi muda.
Baca Juga:Dua Hal Ini Bikin Kolaborasi Dewa 19 Bareng Musisi Rock Dunia jadi Lebih IstimewaSoal Kiat Sukses jadi Pengusaha, Bupati Dico: Harus Berani Bermimpi Besar
Pasukan Belanda yang tiba di Pelabuhan Kumai dengan lima armada kapal laut, pun langsung disambut dengan serangan tembakan oleh pasukan Kumai. Sementara TKR yang dikomdani Abdul Aziz melancarkan serangan dengan menggunakan taktik gerilya di hutan tepi jalan, jalur yang dilewati konvoi pasukan Belanda. Dengan taktik gerilya ini, mereka melakukan serangan secara seporadis, berpindah-pindah dan dadakan, sehingga sulit dideteksi pasukan Belanda.
Perlawanan sengit ini pada akhirnya membuat pasukan Belanda akhirnya gagal menduduki wilayah Kumai, dan umumnya Kota Waringin Barat. Padahal sebagian wilayah Kalimantan lainnya bisa ditaklukkan Belanda. Pertempuran 14 Januari 1946 melawan agresi Belanda ini juga memunculkan sosok Panglima Utar, yang disebut sebagai salah satu panglima pasukan perlawanan saat Pertempuran Kumai.
Perjuangan heroik yang sukses ini terus dikenang masyarakat Kotawaringin Barat setiap tahunnya, baik melalui napak tilas maupun tabur bunga di Pelabuhan Kumai. Bahkan untuk mengabadikan momen perlawanan tersebut, saat ini akses jalan menunju Pelabuhan juga telah menggunakan nama Jalan Gerilya dan berkembang menjadi jalan protokol yang jadi pusat ekonomi masyarakat.