Siapa penggunanya? Mungkin orang-orang desa yang cenderung sudah berumur, bahkan sebagian mendekati paruh baya. Mereka umumnya berpendidikan rendah dan tak punya tradisi literasi memadai. Mereka tahu facebook dari tetangga atau mungkin anaknya. Akhirnya meminta tolong anak atau tetangganya yang masih muda untuk dbuatkan akun facebook. Mudah, karena tidak harus pakai email untuk mendaftar, cukup nomor telepone. Mereka mungkin tertarik karena facebook membuat mereka bisa berinteraksi dengan banyak orang, terutama perempuan-perempuan cantik, entah dari manapun berada, hahaha. Ya syukur-syukur janda. Jadi, jangan heran kalau mereka juga kecelik, tahu-tahu akun bergambar wanita cantik itu adalah penipu, atau minimal sales produk.
Bayangkan bahwa pengguna baru FB ini adalah orang-orang yang tak punya bekal literasi memadai. Jangankan baca buku, membaca koran pun nyaris tak pernah. Tetapi dengan facebook, mendadak ia bisa menyaksikan begitu banyak informasi hanya dengan men- scroll berandanya. Kira-kira orang-orang yang sebelumnya tak banyak mengakses informasi ini, ketika melihat beberapa informasi yang uwow di beranda FB nya, mungkinkan dia tidak tergoda? Rasanya kok sulit bagi mereka untuk menyaring informasi. Dan saat itulah mereka mudah terpapar hoaks.
Contoh kasus kedua, saya sendiri yang seorang redaktur media lokal. Setiap malam saat bekerja, saya sanggup mengedit 15 sampai 20 berita misalnya. Nah, suatu malam dua redaktur lainnya tidak masuk kerja, sehingga tugas saya bertambah. Saya harus mengedit 40-50 berita misalnya. Karena ini rutinitas pekerjaan, tentu saja saya tetap bisa merampungkannya. Tetapi kemungkinan hasil editan berita ke- 26 atau ke-30, kualitas editannya akan menurun. Ya karena kapasitas saya juga punya ambang batas. Mungkin lima berita terakhir bahkan akan diedit dengan amat cepat dengan kualitas yang entah lah.
Baca Juga:14 Januari 1946, Gerilya TKR dan Pasukan Jenggot Sukses Gagalkan Agresi BelandaDua Hal Ini Bikin Kolaborasi Dewa 19 Bareng Musisi Rock Dunia jadi Lebih Istimewa
Kasus ini menjelaskan kenapa ada orang berpendidikan tinggi tetap jadi korban hoaks. Ya karena kapasitas kita untuk memfilter juga terbatas di tengah banjir informasi setiap saat. Jangankan masyarakat biasa, bahkan pekerja media pun bisa jadi korban hoaks. Bedanya, pekerja media diharuskan melakukan verifikasi dan validasi sebuah informasi, salah satunya melalui konfirmasi ke pihak yang berkompeten atau berwenang, sehingga mereka bisa dengan cepat megetahui kebenaran informasinya. (sef)