Slamet Eko datang bersama istri dan kedua anaknya. Ia ikut masuk ke air karena tertarik. Ia tampak menikmati. Sesekali ia naik dan rebahan di atas ban pelampung. Ditarik kedua anaknya.
“Enak suasananya. Masih asri. Airnya juga jernih dan segar. Jadi ingat dulu waktu saya masih kanak-kanak mandi di sungai seperti ini,” kata dia.
Istrinya lebih memilih duduk di atas tikar di pinggir sungai. Ia tertawa melihat aksi suami dan kedua anaknya. Menurutnya, wisata Ciblon lebih asyik daripada di kolam renang. “Airnya alami tidak memakai kaporit. Bisa lihat pemandangan juga,” tutur dia.
Baca Juga:Jumat Curhat Polres Pekalongan Bersama Warga Kajen, Kades Keluhkan Maraknya TogelPenilaian Kepatuhan Pelayanan Publik Kabupaten Pekalongan Tahun 2022 Masuk Zona Hijau, Tahun 2021 Zona Kuning
Wisata Ciblon resmi dibuka sejak 2018. Dikelola oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Karanggondang sebagai Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Sementara sungai irigasi itu, kata Ketua Seksi Pengembang Pokdarwis Karanggondang Rudi Prawiro, sudah ada sejak zaman Pemerintahan Kolonial Belanda.
“Dari kakek-kakek kami ceritanya begitu. Di pinggir irigasi itu memang ada patok bertuliskan angka 1900-an. Jauh sebelum Indonesia merdeka,” jelasnya.
Ide menjadikan sungai irigasi itu sebagai wisata lahir dari kesadaran para pemuda Desa Karanggondang. Sebelumnya, sudah banyak warga dari jauh sengaja datang ke sungai itu hanya untuk mandi dan bermain air. “Akhirnya muncul ide, mengapa tidak kami jadikan wisata saja,” katanya.
Sementara kata “ciblon” mereka gunakan sebagai nama karena merupakan istilah untuk menyebut aktivitas mandi di sungai. “Ciblon di kami artinya mandi di sungai,” ujarnya. (had)